Senin, 25 Februari 2013

Kembang Gula


Episode #9

Surat Untuk Kembang


Hai Kembang, ketika kamu membaca surat ini, aku tidak tahu apakah aku masih ada di dunia ini atau tidak. Tapi aku berharap aku masih ada dan bisa bertemu denganmu lagi.
Kembangku apa kabar? Gimana test masuk universitasnya? Sukses kan? Aku yakin kamu pasti diterima. Percaya deh! Karena jika aku bertemu sama kamu aku ingin kamu bilang bahwa kamu diterima di fakultas kedokteran.

“Kamu jahat Mas Bhima. Jahat!” Kembang membaca tulisan pembuka di surat yang dia terima pagi ini, tepat di saat pengumuman ujian seleksi.
Sehari setelah ujian seleksi masuk perguruan tinggi sebulan lalu, Kembang langsung mampir ke rumah Bhima. Tapi tidak ada siapa-siapa. Handphone Bhima pun juga tidak aktif, Kembang tidak tahu lagi harus menghubungi siapa. Dia hanya bisa menunggu. Menunggu hingga satu bulan berikutnya ketika seorang bapak-bapak mengantarkan surat untuknya. Bapak itu mengaku sebagai ayah Bhima.
Aku kangen kamu Kembang. Kangeeeen banget. Kalau kamu ada disebelahku sekarang ini pasti akan aku peluk. Jujur aku sebenarnya tidak sanggup untuk tidak bertemu denganmu, jangankan selama sebulan ini, sehari tidak bertemu kamu dan kembang gulamu aku sudah tidak sanggup makan, tidak bisa tidur, hahaha… pasti kamu kira aku lagi gombalin kamu ya? J
            “Bodoh! Jangankan tidur dan makan, aku bahkan hampir tidak bisa bernafas.” Emosi Kembang meluap-luap. Rasa sakit dan sedih bercampur menjadi satu. Air mata mulai jatuh dari sudut matanya.
Sebelumnya aku minta maaf jika mungkin surat yang aku tulis ini terlalu panjang buat kamu. Karena aku tidak tahu harus melakukan apa ketika aku sedang merindukanmu selain menulis surat ini. Karena banyaaak sekali yang ingin aku ceritakan ke kamu. Kita mulai darimana ya enaknya? Hmm, gimana kalau aku akan memulainya dari kesan pertama kali aku bertemu kamu.
            “Kamu menuliskan ini ketika merindukanku? Aku minta maaf Mas, aku bahkan tidak pernah melakukan apa-apa selama merindukanmu selain mengumpatmu dan berfikiran yang jelek-jelek padamu, Mas.”
Pertama kali melihat kamu sewaktu kamu nabrak aku dengan sepeda pink yang keranjangnya selalu penuh dengan bunga dan kembang gula. Untung yang kamu tabrak itu aku, coba kalau nenek-nenek pasti sudah jatuh terjengkang deh! Waktu itu kamu sedang asyik main HP sambil naik sepeda kan? Saat itu aku melihat kamu memang seperti para abg jaman sekarang pada umumnya yang entah dimanapun dan kapanpun selalu ada HP ditangan, haha.
            Kembang membayangkan Bhima yang sedang tertawa. Kedua lesung pipit dipipinya sangat jelas terlihat.
Waktu itu kamu menawariku kembang gula kan? Kamu ingat tidak waktu aku tanya kamu kenapa kamu suka sekali makan kembang gula? Kamu jawab biar manis kayak kembang gula. Tapi aku tidak setuju dan aku bilang makan kembang gula sebanyak apapun nggak bakalan bikin kamu tambah manis, kamu tahu kenapa? Karena kamu itu sudah cantik, Kembang. (Ah, saat ini kamu pasti sedang tertawa membaca ini karena kamu kira aku menggombal lagi ya? J )
            “Tertawa? Aku sedang menangis Mas, bahkan air mataku tidak bisa berhenti mengalir membaca suratmu ini!”
Kamu jangan tertawa keras-keras loh ya? Aku serius, kamu itu cantik Kembang. Seperti sekuntum mawar yang baru mengeluarkan kelopaknya. Indah. Sejak ketemu kamu, entah kenapa aku ingin lebih dekat dengamu, makanya waktu itu aku memberanikan diri untuk main ke rumah kamu. Oh iya kamu tidak tahu kan kalau waktu itu aku deg-degan ketika minta izin sama kamu kalau aku ingin main ke rumah kamu?
            Kembang tersenyum.
Lanjut lagi ya? Waktu aku main ke rumahmu, kamu selalu memberi kembang gula untukku. Terus kamu mempraktikkan cara makan gula ala kamu. Dalam hati aku berfikir, kamu itu lucu juga ya makan kembang gula yang biasanya tinggal sobek, lalu dimakan kamu memperkenalkan cara baru, yaitu dibulet-buletin, diremas hingga keras, baru dimakan. Katamu biar lebih keras dengan begitu lebih lama melumernya. Haha ada-ada saja. Tapi, sebenarnya aku tidak begitu suka makan kembang gula, kamu tahu kenapa? Karena makan kembang gula itu manisnya hanya sekejap. Baru dimasukkan mulut sudah habis melumer. Apalagi jika tidak segera dimakan, kembang gula akan cepat menyusut terkena angin. Sia-sia dong aku beli kembang gula yang besar kalau nantinya menyusut gara-gara angin? Iya kan?
            Kembang tertegun, air matanya sudah menetes dari tadi. Membaca surat Bhima bagian ini membuat Kembang berfikir, benar juga apa yang dikatakan Bhima.
            “Iya, memang kembang gula itu manisnya hanya sekejap, seperti kamu Mas yang hanya datang sekejap memberi kenangan manis dalam hidupku.” Kembang mengusap air mata di pipinya.
Kembang maafkan aku ya? Aku tidak bisa menemanimu di hari-hari beratmu menghadapi ujian. Bahkan aku tidak sempat mengirimkan pesan atau telepon untuk memberikan semangat untukmu, aku ingin Kembang tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak menceritakan alasan itu disini karena pasti kamu telah mengetahuinya dari ayah. Dan setelah kamu mendengar semua cerita itu dari ayah, pasti kamu marah sama aku kan karena aku tidak menceritakan itu semua sendiri? Aku tidak sanggup melihatmu menangis di depanku lagi. Cukup sekali aku melihatmu menangis waktu aku main ke rumahmu untuk terakhir kalinya. Tapi jika kamu menangis waktu membaca surat ini, sejujurnya membuatku sedih karena aku tidak berada disampingmu. Padahal aku ingin mengusap air mata di pipimu itu dengan tanganku. Maaf Kembang.
            “Bagaimana bisa aku tidak menangis Mas mendengar keadaanmu dan kini aku membaca suratmu. Meskipun ini hanya sebuah surat rasanya kamu benar-benar sedang berada di depanku, kamu membacakan surat ini. Aku bahkan bisa mencium harum tubuhmu, Mas.”
Oh iya, dibalik surat ini ada sebuah kembang gula jumbo buat kamu. Hmm, memang hanya gambar sih?! Padahal sebenarnya aku ingin memberimu kembang gula berukuran jumbo yang asli, tapi kali ini aku masih belum sempat membelikanmu. Maaf ya? Aku janji suatu saat nanti jika masih ada kesempatan, bahkan jika kesempatan itu hanya secuil aku akan memberikanmu. Oke?
            “Jika memang itu ada kesempatan, aku hanya menginginkan kamu Mas. Bertemu denganmu itu sudah lebih dari cukup.” Kembang mulai sesenggukkan.
Kembang, jika aku pergi dan kamu menemukan orang lain yang bisa membuatmu nyaman, bahagia, dan bisa menerima kamu apa adanya cintailah dia dengan sepenuh hati kamu. Jangan membanding-bandingkan dia dengan aku. Aku tidak ada apa-apanya bagimu. Bagaikan kembang gula aku mungkin hanya memberimu manis sesaat.
            “Kamu memang seperti kembang gula, meskipun manisnya cepat hilang tapi bekas warna merah masih akan membekas di lidah, dan walau bekas itu tidak bertahan lama masih ada kebahagiaan tersendiri ketika bisa menikmati sebuah kembang gula. Seperti ketika aku mengenalmu, hari-hariku lebih berwarna Mas. Kamu telah mengenalkanku pada sesuatu yang bisa disebut cinta.”
Kembang, mungkin beribu maaf pun tidak bisa menghapus rasa kesalmu padaku. Ini bukan keinginanku Kembang. Jika boleh aku justru ingin bersamamu dan menghabiskan hidup bersama. Membayangkan bagaimana kita menghabiskan masa tua bersama, melihat cucu-cucu kita berlarian mengejar layang-layang. Menatap wajahmu yang sudah keriput. Ahh, maaf aku terlalu berlebihan membayangkannya.
            Jantung Kembang berdegup kencang membaca jika Bhima ingin menghabiskan hidup bersamanya. Apa benar masih ada kesempatan seperti untuknya? Lalu Kembang mengamati paragraf surat. Ada sebuah bekas bercak air yang telah kering tepat pada salah satu katanya. Kembang menatapnya, bercak air itu seperti bekas air mata yang jatuh. Karena pada waktu yang sama air mata Kembang jatuh tepat di samping bekas air mata tersebut. Apa Mas Bhima juga menangis waktu menulis surat ini?
Kembang, mungkin sampai di sini tulisanku untukmu. Bukan karena aku kehabisan tinta tapi aku kehabisan kata-kata. Karena rangkaian kata-kata indah pun tidak bisa mengalahkan betapa indahnya hidup denganmu, betapa bahagianya aku bisa dekat denganmu.
Hmm, hampir lupa! Kembang, apa aku pernah bilang padamu bahwa aku mencintaimu? Sepertinya belum kan? Kalau belum maka kalimat terakhir pada suratku akan kutulis bahwa AKU MENCINTAIMU KEMBANG. SELALU.

                                                                Aku, yang selalu merindukanmu
                                                                Bhima Anjasmara

            “Mas Bhimaaaa!!!” Tangis Kembang semakin kencang. Dia memeluk surat itu. Lama sekali. Merasakan perih hatinya. Lalu dia membalik surat dan menemukan gambar untuknya. Gambar itu ditempel menggunakan selotip di balik surat yang kosong. Dalam gambar tersebut tampak seorang laki-laki yang sedang mengulurkan kembang gula jumbo, tidak ada pesan apa-apa lagi selain tulisan ‘kembang gula’.
==bersambung==

Tidak ada komentar: