Kamis, 07 Februari 2013

Kembang Gula


  Episode #3     

         "Okelah, kalau jadi besok malam aku ke rumahmu, kamu tidak ada acara kan?”
           Cepat-cepat Kembang menggelengkan kepalanya. “Tidak ada, aku selalu di rumah sepulang sekolah, kecuali jika ada belajar kelompok atau seperti hari ini ada makan siang bersama teman.”
Malam ini angin bertiup sepoi, udara dingin, seakan sebentar lagi langit akan menumpahkan apa yang sejak tadi ditahannya. Kembang tidur tengkurap di ranjangnya menulis buku harian sambil sesekali memandang langit yang kian ramai dengan kilat cahaya. Memandang langit malam itu membayangkan bagaimana besok malam akan ada Mas Bhima yang datang ke rumah. Kunjungan laki-laki yang pertama kali buatnya. Kali ini dia bisa sedikit pamer pada kakaknya. Sungguh malam ini Kembang tidak bisa memejamkan matanya, bahkan kalau bisa tidak perlu ada malam ini, langsung ada besok malam dimana Mas Bhima akan duduk manis di rang tamu, bercengkarama dengannya. Membayangkan hal ini semakin membuat hati Kembang berdesir.
Tepat jam dua pagi Kembang baru tertidur, mungkin karena kecapekkan membayangkan apa yang terjadi besok. Ya, hari ini Kembang hanya tidur tiga jam karena jam lima selruh penghuni rumah ini wajib bangun, setelah melakukan ibadah bersama yang dipimpin oleh Ayahnya, Kembang memutuskan untuk sedikit menambah jatah tidurnya. Namun, sebelum Kembang menjatuhkan kepalanya di atas bantal, Ibunya sudah memanggil.
“Kembaaang!! Sini bantu Ibu menyiapkan bekal untuk Ayah dan Wangi!!??”
“Aduuh, Ibu ini ada-ada saja, kan masih ada Mbak Yasmin.” Gerutunya. “Iyaaa, sebentar Bu!! Memangnya Mbak Yasmin tidak ada?” Biasanya Yasmin, kakak kembanglah yang membantu Ibu di dapur, sementara Kembang meskipun tidak boleh untuk kembali melanjutkan tidur, dia berkutat dengan buku-buku pelajarannya. Kembang adalah anak yang rajin dan selalu takut kalau ada buku pelajarannya yang ketinggalan.
“Mbak Yasmin baru saja berangkat, dia ada piket di kantor!” Sahut Ibunya.
“Ah, ada-ada saja melati satu itu, hooaaammm…” Kembang dengan berat mata turun dan membantu ibunya di dapur.
“Kamu masih ngantuk ya? Memangnya semalam tidurnya jam berapa?” Ibu hanya menoleh sekilas menatap wajah putri keduanya ini, lalu pandangannya kembali ke penggorengan.
“Hoaaamm…. Semalam Kembang tidak bisa tidur, Bu”
“Kenapa?” Tanya Ibunya kembali tanpa menoleh.
“Soalnya, “ Kembang buru-buru menutup mulutya, baru ingat kalu malam ini Mas Bhima akan datang main ke rumahnya.
“Soalnya kenapa?”
“Ehh, tidak Bu, ya cuma nggak bisa tidur saja. Oh iya, Ibu nanti ke pasar? Kembang boleh minta tolong nggak Bu, tolong belikan beberapa camilan soalnya nanti malam ada teman Kembang yang main ke rumah. Bisa ya Bu?”
“Memangnya siapa yang datang? Tumben Gendhis main malam-malam?” dikiranya teman Kembang yang datang nanti malam adalah Gendhis, sahabat Kembang.
Kembang memindahkan ikan yang tadi telah ditiriskan ke atas piring. “Bukan Gendhis, lagian mana boleh Gendhis keluar malam-malam? Dia kan anak perempuan satu-satunya, Bu. Nanti yang datang teman baruku, namanya Bhima, oh iya Ibu kenal tidak sama orang yang tianggal di Blok sebelah? Yang rumahnya warna abu-abu dan ada pohon mangganya di depannya?”
“Pak Ramlan? Memangnya kenapa?”
“Pak Ramlan itu punya anak laki-laki yang kuliah di Jogja nggak Bu?”
Ibu mengangguk, kali ini dia sedang mencicipi sayur sop andalannya.
“Nah, yang mau datang nanti malam adalah Bhima, anak Pak Ramlan. Kembang baru kenal kemarin lusa, soalnya Kembang pernah nggak sengaja nabrak dia.”
“Oooh, jangan-jangan kamu semalam nggak bisa tidur karena nggak sabar nunggu malam ini ya? Anak Ibu sedang jatuh cinta rupanya.”
Kembang meringis, itulah Ibunya selalu menyenangkan, Ibu Kembang seperti sahabat sendiri.
“Siapa yang mikirin anak itu?”
“Ah, sudah siap” Ibunya telah selesai menyiapkan sarapan pagi. “Ibu pernah ketemu sama anak Pak Ramlan, dia ganteng, baik hati pula.”
“Idih, Ibu apaan sih!”
            Obrolan pagi itu bersama Ibunya semakin membuat Kembang tidak sabar menanti malam tiba. Di sekolah pun Kembang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik, pikirannya melayang membayangkan jam berapa kira-kira Mas Bhima akan datang, baju apa yang akan dikenakannya, parfum Mbak Yasmin yang mana yang akan dipakainya, topik apa yang akan dibahas nanti malam. Aah, kenapa siang ini berjalan lamban sekali?.
            Bel pulang yang dinantikan akhirnya berdering juga. Buru-buru Kembang mengambil sepedanya, hingga dia tidak mendengar Gendhis memanggilnya berulang kali. Tak lupa Kembang membeli dua bungkus kembang gula untuk tambahan camilan nanti malam.
            “Biarpun makan kembang gula ini tidak menambah kadar kemanisanku, tidak peduli yang penting berkat kembang gula ini aku bisa berkenalan dengan Mas Bhima.” Ujarnya lirih.
            Dalam perjalanan pulang, Kembang celingukkan di depan gang rumag Bhima. Barangkali dia akan kembali bertemu. Tapi setelah hampir satu jam menunggu Kembang menyerah juga, toh nanti malam Bhima akan main ke rumahnya.
            Malam yang dinantikan sejak sehari sebelumnya akhirnya datang juga. Dengan menggunakan baju yang menurutnya tidak terlalu berlebihan hanya sekadar menyambut teman di rumah Kembang menambah tingkat percaya dirinya dengan menggunakan parfum Yasmin. Mumpung Yasmin belum pulang dia memanfaatkan waktu sebaik-baiknya mematut diri di meja rias Yasmin.
            “Udah, ah cukup nanti kalau bedaknya terlalu tebal jangan-jangan Mas Bhima malah ilfeel.” Kepalanya diputar ke kanan ke kiri meyakinkan tidak ada yang berlebihan malam itu. Wajah Kembang tanpa ulasan make up terlihat cantik alami dengan sapuan tipis bedak Yasmin.
            Bel berdering. Dengan perasaan berdebar-debar, Kembang berjalan menuju pintu. Aduh kok jadi deg-degan gini ya?. Kembang semakin mendekati pintu. Dalam benak Kembang dibalik pintu itu terdapat seorang pangeran berkuda putih. Jatuh cinta untuk yang pertama kalinya bagi Kembang di usianya yang ke delapan belas tahun.
            Pintu di buka.
            “Selamat malam, Kembang. Aku tidak datang terlalu malam kan?”

==bersambung==


Tidak ada komentar: