Rabu, 15 Februari 2012

Pengumuman nii...

Event WR PUBLISHING 2012: AUDISI BUKU "HANGAT DEKAPAN CINTA IBU"

Deadline: 22 Februari 2012 

Syarat dan Ketentuan:
1.     1. Terbuka untuk  umum dan anggota Writing Revolution.
2.     2. Tema: "HANGAT DEKAPAN CINTA IBU". 
3.     3. Merupakan kisah nyata yang ditulis dengan gaya bercerita (narasi) yang mengalir dan indah (boleh   memasukan dialog). Berisi tentang kerinduan kenangan-kenangan indah bersama ibu, momentum paling berkesan, dan hangatnya kasih sayangnya.
4.     4. Setiap peserta hanya boleh mengikutkan 1 tulisan.
5.     Panjang tulisan dengan judul maksimal 750 kata atau 3 halaman spasi 2 (ganda), jenis huruf Times New Roman ukuran 12. 
6.     5. Tulis biodata di bagian akhir tulisan maksimal 100 kata.
7.     6. Tulisan dikirim dalam LAMPIRKAN FILE (Attach File) ke email: Antologi_WR@yahoo.co.id
8.     7. Tulis di judul email: Event WR Publishing: JUDUL TULISAN-Nama Penulis.
9.     8. Sebarkan informasi ini sebanyak-banyaknya di FB dan Blog kamu.
10.  9.  Koordinator: Rurin Kurniati.


Penghargaan:
- Lima tulisan terpilih mendapatkan beasiswa SMCO (Sekolah Menulis Cerpen Online) Writing Revolution
- 50 tulisan terpilih akan dibukukan yang diterbitkan oleh WR Publishing yang akan dipasarkan ke toko buku besar di seluruh Indonesia.
- 50% royalti buku ini untuk para penulis, 40% akan disumbangkan kepada para wanita lansia di sejumlah panti jompo, sedangkan 10% lainnya untuk beasiswa menulis di Writing Revolution. Laporan penjualan buku akan diumumkan secara transfaran.


Jumat, 10 Februari 2012

My Great 22nd Anniversary with My Great Family

Bukan pesta yang mewah, hanya sebuah perayaan kecil di hari ulang tahunku yang ke-22 bersama seluruh keluarga besar. Sebuah acara jamuan makan sederhana yang sangat istimewa karena dirayakan bersama keluarga besar.

Bertempat di rumah makan Warung Apung Rahmawati yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Tempat ini sangat strategis, karena selain dekat juga menyediakan lesehan yang cukup luas bagi keluarga besar kami, 25 orang.

Terima kasih buat mbak, adik, pak de, bud he, om, tante atas semua doa, kue, dan kadonya, he he…
You’re all such a great family, love ya :)

Inilah beberapa moment spesial yang kami abadikan..
say ceess...

terima kasih kuenya :)

makan yuuk :p


My Great 22nd Anniversary with My Great Family

Bukan pesta yang mewah, hanya sebuah perayaan kecil di hari ulang tahunku yang ke-22 bersama seluruh keluarga besar. Sebuah acara jamuan makan sederhana yang sangat istimewa karena dirayakan bersama keluarga besar.

Bertempat di rumah makan Warung Apung Rahmawati yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Tempat ini sangat strategis, karena selain dekat juga menyediakan lesehan yang cukup luas bagi keluarga besar kami, 25 orang.

Terima kasih buat mbak, adik, pak de, bud he, om, tante atas semua doa, kue, dan kadonya, he he…
You’re all such a great family, love ya :)

Inilah beberapa moment spesial yang kami abadikan..
say ceess...

terima kasih kuenya :)

makan yuuk :p


w/ the whole family :)


Kamis, 09 Februari 2012

Cerpenku -Aku Tak Bisa Mengungkapkannya dengan Kata-Kata-

Aku Tak Bisa Mengungkapkannya dengan Kata-Kata

Aku pernah melihatmu. Aku pernah mengenalmu. Dan aku jatuh cinta kepadamu.

Aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa aku mengagumimu, aku hanya bisa menuliskannya di sini, secarik kertas. Aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa kamu selalu ada dalam mimpi-mimpiku.

Kamu, yang bisa membuatku tersenyum sendiri jika mengingatmu. Bayanganmu, yang mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan. Kamu, yang ada di lubuk hati paling dalam. Aku tak peduli orang bilang aku gila. Ya, memang aku gila karena mencintaimu.

Kamu juga tidak bisa mengungkapkan cintamu dengan kata-kata, namun aku tahu lewat bahasa tubuh dan perhatianmu kepadaku aku tahu bahwa kamu juga mencintai aku sama seperti aku mencintaimu.

Kamu, yang pada akhirnya menjadi labuhan terakhir cintaku, kita menjadi pasangan yang sangat unik, meskipun aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa aku mencintaimu, aku hanya bisa menulisnya di secarik kertas.

Kamu yang menjadi ayah sekaligus suami terbaik untukku, di sepanjang sisa hidupku yang mulai berkurang karena digerogoti penyakit yang mematikan ini. Kamu selalu ada di saat-saat aku terbaring lemah di ruang yang serba putih ini.

Hanya kamu yang memahami apa yang akan aku inginkan. Kamu, yang selalu mengantar buah hati kita ke sekolah, sementara aku hanya bisa berbaring dan mengangis di sini.

Aku hanya bisa mengucap syukur kepada Tuhan karena Dia telah mengirimkan pangeran penjaga hati untukku. Hingga sebelum aku menutup mata ini untuk selamanya aku hanya ingin kamu membaca setumpuk kertas ini yang mengungkapkan betapa bahagianya aku menjadi istrimu. Karena aku tahu aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa aku mencintaimu, aku hanya bisa menuliskannya di sini, secarik kertas yang berisi rangakaian kata yang menerangkan betapa aku sangat mencintaimu, rangkaian kata-kata yang kutulis dengan penuh cinta.

Aku juga tahu, kamu memang tidak sempurna, begitu pula denganku, semoga kelak kita dapat menyempurnakan cinta kita di sini, aku menitipkanmu dan putri kecil kita pada Tuhan, semoga kalian bahagia di dunia ini.

Aku mencintaimu, tapi aku tak bisa mengunkapkannya dengan kata-kata.

Kamis, 02 Februari 2012

Cerpenku -Bulu Mata Ayah-

Bulu Mata Ayah

Pagi ini menunjukkan pukul 04.30 WIB, alarm jam bekerku berdering. Dengan mata yang masih mengantuk aku beranjak dari tempat tidurku yang hangat ini menuju kamar mandi, membersihkan tubuh sekaligus mengambil air wudhu. Segera aku menunaikan kewajibanku kepada Yang Maha Esa. Dalam do’aku kuselipkan permohonan yang tidak pernah alpa kupanjatkan dalam setiap sujudku kepada-Nya, yaitu kebahagiaan dunia akhirat bagiku dan ayahku, satu-satunya yang aku miliki di dunia ini, karena kata ayah ibu telah meninggalkan kami demi mencari kehidupan yang lebih baik dibandingkan hidup sederhana dengan anak dan suaminya ini. Setelah menunaikan kewajibanku pagi ini aku mempersiapkan sarapan pagi untukku dan ayah. Sebenarnya aku tidak perlu mempersiapkan sarapan sepagi ini, karena ayahku bukanlah seorang yang pergi ke kantor tepat pukul 7 pagi, dia hanya seorang pekerja serabutan pergi bekerja jika memang ada pekerjaan. Sementara aku walaupun aku harus pergi sekolah pagi ini, tapi aku sudah terbiasa jika memang keadaan di rumah ini mengharuskanku untuk tidak sarapan.

Usiaku baru menginjak 17 tahun awal bulan kesembilan ini, kelas 2 SMA. Kalau bicara soal memasak aku lumayan jago, hal ini bukan karena aku diajari masak oleh ibuku, tapi justru yang mengajariku masak adalah ayah. Ayahku memang jago sekali memasak. Dulu, sewaktu ibu masih bersama kami ayah yang selalu memasak sarapan dan makan malam untuk kami bertiga, senang sekali membayangkan kenangan makan malam bertiga bersama ayah dan ibu. Kalau boleh aku bilang, ayahku memang lebih luwes daripada ibu.

Pagi ini ayahku terlihat sedikit lesu, ada lingkar hitam di bawah matanya, kecapekan mungkin karena semalam aku tidak tahu dia pulang jam berapa, aku sudah tidur. Tapi tunggu, kenapa ada yang aneh di sekitar matanya. Aku diam-diam mengamatinya, sepertinya itu bukan lingkar hitam mata yang biasanya kurang tidur, tapi itu seperti bekas maskara yang luntur di kantung mata. Apa iya ayah memakai maskara atau make up lainnya? Lalu untuk apa ayah berdandan?.

Karena penasaran , malam berikutnya diam-diam aku memergoki ayah memoles wajah gantengnya dengan lihai. Mulai dari sapuan bedak, goresan alis, lipstik, dan yang paling membuatku kaget adalah ayah menggunakan bulu mata yang lentik, aku hana bisa mematung melihat ayah berdandan , aku tidak menyangka selama ini ayah berbohong padaku dengan mengatakan bahwa dia bekerja di bongkar muat pelabuhan, tapi nyatanya, malam ini dia memoles wajahnya hingga begitu cantik dengan bulu mata lentiknya.

“ Ayah?” aku mendekatinya dan berkata lirih.
Ayah melonjak kaget hingga botol maskaranya jatuh.
“ Jane…” katanya terbata. “Ayah.. ayah ..”
“ Apa maksud ini semua, Yah?”

Akhirnya Ayah menjelaskan semua nya, dia menjadi seorang penari di sebuah kafe, sebenarnya pekerjaan itu sudah dilakukannya sejak masih lajang, lantas sempat berhenti semenjak bertemu dan menikah dengan Ibu, namun ayah kembali melakukannya karena memang tidak ada yang bisa dilakukannya lagi selain menari, dan ternyata karena keluwesan dan gaya kemayu ayah itulah yang menjadi alasan ibu meninggalkan kami. Ayah masih tidak bisa mengubur kenangan masa lalunya.