Sabtu, 23 Februari 2013

Kembang Gula


Episode #8

Hari ujian seleksi.

            Jam beker doraemon di meja belajar Kembang sudah menunjukkan pukul enam pas. Si Empunya sudah bersiap di depan cermin sejak lima belas menit yang lalu. Dia terus memandang cermin. Sambil komat-kamit dia terus berdoa. Menatap refleksi wajahnya sendiri.
            “Ya Tuhan, semoga hari ini semua berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.” salah satu kebiasaan Kembang yaitu selalu berdoa di depan cermin, setiap hari bahkan sebelum berangkat ke sekolah. Padahal pagi harinya dia sudah memanjatkan doa yang sama pada saat menjalankan ibadahnya.
            “Satu lagi, semoga setelah dua hari ke depan aku bisa segera bertemu Mas Bhima.” doa ini selalu ada dalam setiap ibadahnya. Rindu itu sudah memuncak, Kembang benar-benar sedang jatuh cinta pada Bhima.
            Pukul enam lewat sepuluh menit. Kembang beranjak dari kursinya yang telah didudukinya sejak tadi. Mengambil tas lalu turun kebawah berpamitan pada kedua orang tuanya.
            “Ayah, Bu, Kembang berangkat dulu, doakan ya?” Tak lupa Kembang mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
            “Apa Ayah antar sampai tempat ujian?”
            Kembang menggeleng, “tidak usah Yah, tempatnya tidak terlalu jauh dari sekolah kok, Kembang bawa sepeda saja.”
            “Benar nih?”
            “Iya, ya udah Kembang berangkat dulu. Assalamualaikum!”

***
            Di sebuah rumah beberapa blok dari rumah Kembang tampak keributan kecil di dalamnya. Kembang sempat menatap lama ketika akan berangkat tadi, namun Kembang tidak menyadari apa yang sedang terjadi di dalam rumah itu.
            Bukan keributan yang terjadi. Tapi rasa panik dari seorang Ayah ketika melihat anak laki-lakinya sedang tidak sadarkan diri. Ayah tersebut berlari keluar rumah, tidak ada taksi yang lewat lalu kembali masuk ke dalam rumah. Anak laki-lakinya tidak sadarkan diri, digoncang-goncangkan pelan tubuhnya juga tidak memberikan respon. Akhirnya sang Ayah memutuskan untuk menelepon ambulan rumah sakit terdekat.
***
           
            Hari pertama ujian dilalui Kembang dengan mudah. Tinggal satu hari lagi, hingga Kembang dapat kembali menemui Bhima. Sepanjang hari itu Kembang tidak pernah absen melihat layar ponselnya, barangkali ada sms masuk dari Bhima. Kembang tidak mengharapkan lebih, cukup satu kalimat penyemangat untuknya. Namun ternyata hingga malam tiba tidak satu pesan pun dari Bhima yang dia terima.
            Di dalam kamar, di sela-sela belajarnya Kembang memandangi jam beker doraemon pemberian Bhima. Tiba-tiba Kembang merasa ada sesuatu yang tidak pas di hatinya. Apa mungkin selama ini hanya perasaannya saja yang menganggap Bhima juga menyukainya? Apa mungkin Bhima hanya menganggapnya sebagai teman yang hanya lewat, artinya hanya sebuah pertemanan singkat biasa? Kembang menutup mukanya dengan kedua tangan.
            “Aaah..... bodoh! Bodoh! Kenapa bisa aku memberinya perasaan lebih?”
            Kembali dia menatap wajah doraemon itu, mengelus-elusnya bak wajah Bhima.
            “Mas Bhima, besok ujian terakhir. Meskipun kamu tidak pernah mengirim ucapan semangat padaku tapi entah kenapa perasaanku berkata bahwa kamu peduli sama aku. Meskipun aku tidak tahu kamu menganggap aku sebagai apa, tapi aku berharap pertemuan kita selama ini akan tetap membekas dalam benakmu.” Kembang bicara pada wajah doraemon yang kini telah berada dalam dekapannya mungkin juga akan terbawa sampai mimpi.
***
            Di depan ruang ICU di sebuah rumah sakit tampak seorang ayah mondar-mandir. Bibirnya tak henti-hentinya melafalkan apa saja yang sekiranya bisa membantu meringankan sakit yang sedang diderita anak laki-lakinya. Satu-satunya yang dimiliki di dunia ini.
***
==bersambung==

Tidak ada komentar: