Senin, 04 Februari 2013

Kembang Gula

Episode #2


            “Namaku Kembang, tinggal beberapa blok dari sini, kamu?”
             Kembang sudah menyangka bahwa pemuda ini baik hati.
          “Aku Bhima, tetangga baru kamu. Eh ini apa? Ini bukannya kembang gula ya? Kamu suka jajanan ini?” dia tersenyum.
          Kembang mengangguk “Senang bertemu denganmu, iya aku suka sekali kembang gula, rasanya manis, tapi kata Ibu sih nggak boleh banyak-banyak nanti batuk, hehe.”
            Bhima tersenyum. Lesung pipit langsung tercetak jelas di pipi kanan kirinya. “Kamu masih sekolah? Sekolah dimana? Kamu segede ini masih juga suka kembang gula?
            Biasanya pertanyaan ‘Kenapa kamu segede ini masih suka kembang gula?’ adalah pertanyaan yang paling dibenci oleh Kembang. Karena setiap orang yang mengenalnya, termasuk teman-teman sekelasnya pasti akan mengajukan pertanyaan yang sama. Tapi sebanyak apa pertanyaan itu pasti akan Kembang jawab ‘Memangnya kenapa kalau sudah segede ini masih suka kembang gula? Apa aku terlihat seperti anak TK waktu sedang makan kembang gula?’. Tapi entah kenapa, pertanyaan Bhima siang ini terasa sangat enak didengarkan, bahkan tidak ada sedikitpun niat Kembang untuk menjawab pertanyaan Bhima dengan jawaban andalannya tersebut.
            “Iya, habis manis sih, siapa tahu semakin banyak aku makan kembang gula, aku semakin manis, hehe” sedetik setelah menjawab pertanyaan Bhima, Kembang reflek menutup mulutnya. ‘Astaga, kenapa aku kecentilan banget sih? Aduuh, bisa ilfeel nanti si Bhima’  umpatnya dalam hati.
            Bhima tertawa, “Menurut aku makan kembang gula sebanyak apapun nggak bakalan bikin kamu tambah manis!”
            Apa? Kenapa Bhima bilang seperti itu sih? Tapi sudahlah, mungkin Bhima tidak suka melihat perempuan yang kecentilan.’
            Kembang hanya tersenyum kecut.
            Kembang tidak akan melupakan hari ini, meskipun dia malu setengah mati kepada Bhima. Kembang dan Bhima menghabiskan siang bersama. Meskipun itu hanya makan bakso di warung dekat kompleks, tapi sangat berharga bagi Kembang.
            “Oh, jadi kamu baru lulus kuliah dari Jogja? Jurusan apa?”
            “Jurusan yang banyak diminati, Akuntansi.”
        Kembang menyeruput es teh nya. “Hmm..aku juga pengin tuh nanti kuliah akuntansi.” ‘Hah, akuntansi? Mana ngerti aku yang begituan’ sungguh Kembang merasa aneh kenapa dia secentil ini sih.
            “Eh jangan, Akuntansi itu susah kalau kamu nggak benar-benar minat. Lagipula bukannya sekarang kamu sekolah jurusan IPA?”
            Kembang nyengir, sebenarnaya dia hanya asal nyeletuk saja waktu bilang mau kuliah di Akuntansi. Bagi Kembang, mungkin Bhima akan kagum melihat siswa kelas XII IPA sepertinya yang mempunyai minat di bidang yang berseberangan, tapi ternyata salah. Bhima malah tidak menyarankannya untuk masuk akuntansi. Huft.
Dua kali Kembang menjawab pertanyaan Bhima dengan sok kecentilan, sebenarnya Kembang sempat mikir juga kenapa bisa dia seaneh itu berhadaan dengan Bhima. Mungkin karena sebelumnya dia belum pernah merasakan sesuatu yang bergetar ketika berbicara dengan lawan jenis, seperti getaran yang dia rasakan sewaktu ngobrol bersama Bhima. Namun, dalam hati Kembang tetap sumringah, menurutnya dua kali kecerobohannya itu mungkin membuat kesan tersendiri bagi Bhima, pertemuan dengan Kembang yang tidak pernah dilupakan. Tapi, apa benar Bhima akan mengingat pertemuan pertama mereka? Atau lagi-lagi itu hanya perasaan Kembang saja?
Sekali lagi Kembang bahagia menghabiskan siang itu bersama Bhima. Walaupun panas menyengat tapi hati Kembang tetap dingin berada disamping Bhima. Sepertinya Kembang sedang merasakan cinta pertamanya.
"Bhima, usia kamu berapa tahun ini?"
Bhima tampak memikirkan sesuatu, "dua puluh tiga, kenapa?"
Suapan terakhir masuk ke mulut Kembang, dia tampak terburu-buru mengunyahnya, bukan sebenarnya buru-buru mengunyah untuk segera menjawab pertanyaan Bhima.
"Tahun ini menginjak delapan belas tahun, ah.. seharusnya aku memanggilmu Kakak, Mas, atau Abang ya?" Suapan terakhir ditutup dengan es teh yang telah berkurang separuhnya.
"Terserah kamu, panggil Bhima saja juga boleh kok."
Kembang menggeleng, "Aku panggil kamu Mas Bhima saja ya? soalnya dari kecil aku pengen punya Kakak laki-laki, eeh ternyata sebelum aku lahir sudah ada satu perempuan cerewet yang siap menjadi kakakku!"
"Iya, terserah, aku juga suka kamu panggila Mas Bhima. Kedengarannya lucu saja, hehe.. Oh iya, kapan-kapan aku boleh tidak main ke rumah kamu?"
Ulalaa..main ke rumah aku? secepat ini dia tertarik sama aku? Ah, peduli amat yang penting dia mau apel ke rumahku.
"Hmm.. boleh kok, dengan senang hati Mas Bhima" Ada suatu desiran aneh kala Kembang menyebut nama Mas Bhima.
"Okelah, kalau jadi besok malam aku ke rumahmu, kamu tidak ada acara kan?"

==bersambung==

Tidak ada komentar: