Senin, 28 Oktober 2013

Mini Chocolate Stick

Alhamdulillah, akhirnya bisa nulis lagi do blog ini setelah lama tidak berkunjung. Hmm, sebenarnya ini late post banget, tapi nggak apa-apalah itung-itung sekadar untuk berbagi. Nah yang akan aku post kali ini adalah sebuah resep camilan. Memang sekadar resep sederhana yang aku buat dalam rangka menyambut Hari Lebaran kemarin.

Jadi begini ceritanya. Tahun sebelumnya menjelang Hari Lebaran, aku membuat kue lebaran. Aku membuat cukup banyak karena sebagian aku bawa ke rumah nenek pada waktu mudik. Tapi tahun ini berhubung saya tidak ada waktu, (karena menghabiskan hampir setengah hari berkutat di kantor) jadi tahun ini hanya bisa membuat kue yang sangat-sangat simple, dari mulai bahan dan waktu yang dibutuhkan.
Penasaran kue apa itu??
hahaha, baiklah
bahan-bahan yang dibutuhkan :
  1. Stik biskuit












  2. Coklat batang
  3. springkle











How to make :
  1. Iris tipis-tipis coklat batang sebelum dilelehkan












  2. Lelehkan coklat batang

  3. laburi stik biskuit dengan coklat yang telah dilelehkan secara perlahan









  4. taburi dengan sprinkle











(sebenarnya sprinkle ini optional, boleh digunakan boleh tidak)

  1. Letakkan dalam mangkuk untuk didinginkan sebentar di dalam kulkas. hal ini bertujuan agar coklat cepat beku. Tidak perlu terlalu lama, cukup 1-2 menit saja.












  2. Ambil stik biskuit dan masukkan ke dalam toples.
  3. Chocolate stik siap dihidangkan.

    Dan selesai deeh.... :D
    Selamat mencoba yaa ^^

Senin, 15 Juli 2013

Kejutan (sebelum) Ramadhan

Alhamdulillah....akhirnya bisa menulis di blog lagi setelah lama tidak memposting secuil kalimat pun.
Sebelumnya saya pribadi ingin mengucapkan :

"Selamat menjalankan Ibadah puasa 1434 H"

Ramadhan ini aku ingin menceritakan sebuah kejutan di awal bulan Ramadhan ini. Baru-baru ini aku mengikuti lomba menulis yang diadakan Nulisbuku.com yang bertajuk proyek menulis dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Aku mendapatkan info tersebut dari twitter nulisbuku dan info selengkapnya tentang lomba di sini
Oke, akhirnya aku mulai mencari-cari ide apa yang tepat untuk tema "Kejutan Sebelum Ramadhan" hmm...sedikit pusing juga sih, apalagi tenggang waktu yang diberikan hanya lima hari. Ya LIMA HARI!! mulai dari 1-5 Juli 2013. Aigoo :( tapi untungnya cerita yang harus dibuat tidak begitu panjang. MaksImal 1000 kata atau setara empat halaman A4. 
Ditengah-tengah kesibukan tugas kantor aku mulai mencuri-curi waktu istirahat untuk mengetik. Kan kalau lagi puasa gini tidak mungkin cari makan siang yaudah sambil ngantuk-ngantuk aku mulai menggerakkan jari jemari untuk mengetik sebuah judul. SETOPLES KACANG METE.
Kenapa Setoples Kacang Mete? sebenarnya aku pernah menulis dengan judul yang sama, namun disini dengan isi yang berbeda. di blog ini dulu sudah pernah ada postingan tentang setoples kacang mete, namun di cerpen yang  kuikutkan lomba saya modifikasi dan  kembangkan dengan imajinasi yang baru tentunya. Taraaa.... jadilah sebuah cerita pendek yang baru. Fresh from the oven :p
Selama beberapa hari tentunya aku menunggu pengumuman yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2013. Aku terus stalking twitter nulisbuku, siapa tahu ada pengumuman-pengumuman penting.
Sabtu, 13 Juli 2013, pukul 20.25 WIB
Lepas sholat tarawih, aku berleha-leha mencari angin segar. Aku sama sekali lupa kalo ada pengumuman dari nulisbuku. Langsung aku mengambil handphone dan membuka twitter nulisbuku. Ah benar ternyata pengumuman siapa yang lolos sudah ditulis di bog nulisbuku.
Aku mencari apa ada namaku di sana. Di buku #1 kategori perorangan (kategori yang saya ikuti) dimana di buku satu merupakan cerpen terbaik yang menjadi finalis. Tidak kutemukan namaku di sana. Oke, tidak masalah siapa tahu masih masuk ke dalam 200 karya yang dibukukan lainnya.
Buku# 2 : tidak ada
Buku# 3 : tidak ada
...
...
...
Hingga buku# 15 di kategori perorangan tidak juga kutemukan judul cerpenku di sana. Hmm...oke, berarti memang tidak lolos dan bukan rejeki. Hiks. :'(
Minggu pagi, 14 Juli 2013
Bangun pagi, seperti biasa yang aku lihat pertama kali adalah handphone apakah ada sms, atau pemberitahuan lainnya. Dan ternyata ada satu mention di twitter, begini isinya :
Alamaaak...apa dia salah mention ya? atau aku yang salah lihat?? hmm.. bahkan saking nggak percayanga aku sempat membalasnya dengan bertanya kita satu buku di buku berapa?? kemudian dijawabnya di buku# 8. Ku buka kembali blog nulisbuku dan melihat pengumumannya, ternyata benar!!
Cerpenku yang bergaris merah :)

Alhamdulilaah.... ternyata memang aku yang semalam salah lihat. hehe :D
Info lengkap pemenangnya bisa di cek di sini
Buku ini bisa dibeli secara online di nulisbuku.com, juga ada keterangan cara membelinya di sini
Seluruh royalti dari penjualan buku ini nantinya oleh nulisbuku akan disumbangkan kepada lembaga panti asuhan untuk menyantuni anak yatim piatu.
So, buat kamu yang ingin membaca cerita-cerita keren sekaligus beramal bisa langsung membeli buku "Kejutan Sebelum Ramadhan" ini looh :D

Jumat, 19 April 2013

Lucunya Kartini Kecil

Masa kecil memang selalu indah untuk dikenang, apalagi bagi kalian yang tentunya pernah merasakan karnaval. Entah karnaval dalam rangka hari Pahlawan atau karnaval memperingati Hari Kartini, tidak peduli jalannya jauh yang penting karnaval itu menyenangkan, apalagi di make-up yang sangat jarang dilakukan untuk anak kecil. Beriringan sambil bercanda dan dilihat orang-orang di jalan, ibarat artis dadakan, hhehehe :D

Ngomong-ngomong soal karnaval saya punya sedikit cerita. Saudara kecil saya yang pagi tadi tepatnya pukul 5.00 sudah membangunkan saya, kalian tahu untuk apa? Saya diminta untuk me'make-up' dirinya untuk karnaval. Hmm... --"

Oke, memang beberapa hari sebelumnya dia sudah "membooking" saya untuk mendandaninya, awalnya sempat ragu apa iya saya bisa mendandani, memoles wajah gadis kecil itu dengan sapuan bedak dan goresan pensil alis??

"Boleh laah, sekalian buat percobaan," batinku, lalu HAHAHAHA*ketawa setan :D

Alhasil, Sabtu pagi saya bangun menyiapkan peralatan make-up yang saya punya. Aku menyuruhnya duduk di depanku.
 "Oke, angkat kepalanya" Kataku, aku membersihkan wajahnya lalu mulai memoleskan foundation. Well, setelah foundation teroles dengan rata....Ahh langkah-langkahnya di skip saja, toh pasti yang lain sudah ahli berdandan sendiri kan? hehe. Langsung saja lah pokoknya aku mencoba memake-up sebisaku, xixi.

tik..tok...tik...tok bunyi detik jam. Satu jam berlalu, akhirnya riasan selesai lengkap dengan sanggulnya*Oh iya disini saya juga menyanggulnya loh :|
Finally done!! ahahahaha....*bisa juga ternyata ya..wkwkw :)
Aku melihat hasil kerja kerasku selama satu jam tadi. Hmm, lumayan deh*menghibur diri sendiri :p pokoknya nggak menor-menor banget lah, dan nggak aneh-aneh juga udah mending.Hihihi

Mau tahu hasilnya???
ini niih...

















Begitulah hasil riasan sederhanaku :)

Musim-musin karnaval seperti ini memang menyenangkan, apalagi melihat semua gadis-gadis kecil dari berbagai sekolah, mulai Playgroup, TK, sampai SD berkebaya dan bermake-up, tampak begitu lucuu dengan pipi yang memerah karena sapuan blush-on, bibir merah merekah dengan lipstiknya, ahh... pokoknya ngegemesin melihat mereka saling bergandengan tangan berjalan dengan didampingi para gurunya.

Hmm, semoga semangat Kartini juga tumbuh di hati para generasi cilik penerus bangsa ini ^^,

Jumat, 22 Maret 2013

Resep Vanilla Cupcake

Mini Vanilla Cupcake


“Fiuhh?!! Akhirnya jadi juga!!” Itulah kalimat pertama ketika aku membuka oven dan mendapati cupcake buatanku mengembang sempurna.

“Alhamdulillah” Itu kata kedua setelah meyakinkan kalo cupcakes tidak “bantat” haha…lumayan laah ada sedikit kemajuan.

Ya ya, bagaimana tidak kalo dihitung-hitung cupcake kali ini adalah percobaan ketigaku dalam membuat cup cake. Hasil dua cupcake sebelumnya “TETOOOT, GAGAAAL!!!” *sambil nunduk.

Hihi, dua kali percobaan dua kali pula gagal tapi ambisi untuk bisa membat cupcake yang mengembang sempurna belum pernah padam. Alhasil, waktu jalan-jalan ke toko buku untuk membeli novel, aku sempatkan mengintip ke rak “RESEP MASAKAN”. Karena selama ini resep-resep yang aku contek semua berasal dari “ubek-ubek” si Mbah Google :p

Ini niih resepnya
*dikutip dari salah satu resep di toko buku
**dengan modifikasi bahan sesuai selera
Bahan :
-         -  4 kuning telor
-         -  2 putih telor
-         - 75 gr gula pasir
-         - 1 sdt ovalet
-     - 70 gr tepung terigu protein rendah (kunci) *karena tidak menemukan terigu kunci, maka aku coba pake terigu segitiga
-         - 10 gr susu bubuk
-         - 1 sdt vanili bubuk
-         - 30 gr margarine, lelehkan

Hiasan :
-          Buttercream white *warnanya siih sesuai selera
-          Sprinkles* hiasan kecil seperti permen, bisa juga dengan choco chips

How to make???
-          1. Kocok telor, gula, dan ovalet hingga mengembang dan kaku
-          2. Masukkan tepung terigu, susu bubuk, dan vanili bubuk, aduk rata*ayak terigunya terlebih dahulu
-          3. Tambahkan margarine yang sudah dilelehan tadi, aduk rata
-    4. Tuang adonan ke dalam cup kertas yang telah dipersiapkan sebelumnya*kalo aku pake cup kertas berukuran 4cm
-       5. Oven adonan hingga matang dan angkat*naah, ini nih di resep aslinya adonan dikukus, tapi aku salah baca resep jadinya aku oven, tapi hasilnya juga mengembang kok J
-         6. Tunggu hingga dingin baru diberi hiasan sesuai selera.
-          7. Jadi 10 cupcake  :D


Dalam resep ditulis dikukus, sementara punyaku  dioven. Hasilnya mengembang, cuma kurang sedikit lembut dan sedikit keras. Entah itu karena pengaruh kukus-mengukus tadi atau karena terigu yang harusnya pake Kunci biru tapi aku pake Segitiga biru dimana segitiga termasuk terigu protein rendah sedangkan kunci protein rendah*hmmm…lain kali aku akan mencoba dengan terigu kunci biru.

Nah, sekian sedikit resep cupcake dari hasil pencarian di toko buku.
Selamat mencobaaa :D

Senin, 25 Februari 2013

Kembang Gula


Episode #9

Surat Untuk Kembang


Hai Kembang, ketika kamu membaca surat ini, aku tidak tahu apakah aku masih ada di dunia ini atau tidak. Tapi aku berharap aku masih ada dan bisa bertemu denganmu lagi.
Kembangku apa kabar? Gimana test masuk universitasnya? Sukses kan? Aku yakin kamu pasti diterima. Percaya deh! Karena jika aku bertemu sama kamu aku ingin kamu bilang bahwa kamu diterima di fakultas kedokteran.

“Kamu jahat Mas Bhima. Jahat!” Kembang membaca tulisan pembuka di surat yang dia terima pagi ini, tepat di saat pengumuman ujian seleksi.
Sehari setelah ujian seleksi masuk perguruan tinggi sebulan lalu, Kembang langsung mampir ke rumah Bhima. Tapi tidak ada siapa-siapa. Handphone Bhima pun juga tidak aktif, Kembang tidak tahu lagi harus menghubungi siapa. Dia hanya bisa menunggu. Menunggu hingga satu bulan berikutnya ketika seorang bapak-bapak mengantarkan surat untuknya. Bapak itu mengaku sebagai ayah Bhima.
Aku kangen kamu Kembang. Kangeeeen banget. Kalau kamu ada disebelahku sekarang ini pasti akan aku peluk. Jujur aku sebenarnya tidak sanggup untuk tidak bertemu denganmu, jangankan selama sebulan ini, sehari tidak bertemu kamu dan kembang gulamu aku sudah tidak sanggup makan, tidak bisa tidur, hahaha… pasti kamu kira aku lagi gombalin kamu ya? J
            “Bodoh! Jangankan tidur dan makan, aku bahkan hampir tidak bisa bernafas.” Emosi Kembang meluap-luap. Rasa sakit dan sedih bercampur menjadi satu. Air mata mulai jatuh dari sudut matanya.
Sebelumnya aku minta maaf jika mungkin surat yang aku tulis ini terlalu panjang buat kamu. Karena aku tidak tahu harus melakukan apa ketika aku sedang merindukanmu selain menulis surat ini. Karena banyaaak sekali yang ingin aku ceritakan ke kamu. Kita mulai darimana ya enaknya? Hmm, gimana kalau aku akan memulainya dari kesan pertama kali aku bertemu kamu.
            “Kamu menuliskan ini ketika merindukanku? Aku minta maaf Mas, aku bahkan tidak pernah melakukan apa-apa selama merindukanmu selain mengumpatmu dan berfikiran yang jelek-jelek padamu, Mas.”
Pertama kali melihat kamu sewaktu kamu nabrak aku dengan sepeda pink yang keranjangnya selalu penuh dengan bunga dan kembang gula. Untung yang kamu tabrak itu aku, coba kalau nenek-nenek pasti sudah jatuh terjengkang deh! Waktu itu kamu sedang asyik main HP sambil naik sepeda kan? Saat itu aku melihat kamu memang seperti para abg jaman sekarang pada umumnya yang entah dimanapun dan kapanpun selalu ada HP ditangan, haha.
            Kembang membayangkan Bhima yang sedang tertawa. Kedua lesung pipit dipipinya sangat jelas terlihat.
Waktu itu kamu menawariku kembang gula kan? Kamu ingat tidak waktu aku tanya kamu kenapa kamu suka sekali makan kembang gula? Kamu jawab biar manis kayak kembang gula. Tapi aku tidak setuju dan aku bilang makan kembang gula sebanyak apapun nggak bakalan bikin kamu tambah manis, kamu tahu kenapa? Karena kamu itu sudah cantik, Kembang. (Ah, saat ini kamu pasti sedang tertawa membaca ini karena kamu kira aku menggombal lagi ya? J )
            “Tertawa? Aku sedang menangis Mas, bahkan air mataku tidak bisa berhenti mengalir membaca suratmu ini!”
Kamu jangan tertawa keras-keras loh ya? Aku serius, kamu itu cantik Kembang. Seperti sekuntum mawar yang baru mengeluarkan kelopaknya. Indah. Sejak ketemu kamu, entah kenapa aku ingin lebih dekat dengamu, makanya waktu itu aku memberanikan diri untuk main ke rumah kamu. Oh iya kamu tidak tahu kan kalau waktu itu aku deg-degan ketika minta izin sama kamu kalau aku ingin main ke rumah kamu?
            Kembang tersenyum.
Lanjut lagi ya? Waktu aku main ke rumahmu, kamu selalu memberi kembang gula untukku. Terus kamu mempraktikkan cara makan gula ala kamu. Dalam hati aku berfikir, kamu itu lucu juga ya makan kembang gula yang biasanya tinggal sobek, lalu dimakan kamu memperkenalkan cara baru, yaitu dibulet-buletin, diremas hingga keras, baru dimakan. Katamu biar lebih keras dengan begitu lebih lama melumernya. Haha ada-ada saja. Tapi, sebenarnya aku tidak begitu suka makan kembang gula, kamu tahu kenapa? Karena makan kembang gula itu manisnya hanya sekejap. Baru dimasukkan mulut sudah habis melumer. Apalagi jika tidak segera dimakan, kembang gula akan cepat menyusut terkena angin. Sia-sia dong aku beli kembang gula yang besar kalau nantinya menyusut gara-gara angin? Iya kan?
            Kembang tertegun, air matanya sudah menetes dari tadi. Membaca surat Bhima bagian ini membuat Kembang berfikir, benar juga apa yang dikatakan Bhima.
            “Iya, memang kembang gula itu manisnya hanya sekejap, seperti kamu Mas yang hanya datang sekejap memberi kenangan manis dalam hidupku.” Kembang mengusap air mata di pipinya.
Kembang maafkan aku ya? Aku tidak bisa menemanimu di hari-hari beratmu menghadapi ujian. Bahkan aku tidak sempat mengirimkan pesan atau telepon untuk memberikan semangat untukmu, aku ingin Kembang tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak menceritakan alasan itu disini karena pasti kamu telah mengetahuinya dari ayah. Dan setelah kamu mendengar semua cerita itu dari ayah, pasti kamu marah sama aku kan karena aku tidak menceritakan itu semua sendiri? Aku tidak sanggup melihatmu menangis di depanku lagi. Cukup sekali aku melihatmu menangis waktu aku main ke rumahmu untuk terakhir kalinya. Tapi jika kamu menangis waktu membaca surat ini, sejujurnya membuatku sedih karena aku tidak berada disampingmu. Padahal aku ingin mengusap air mata di pipimu itu dengan tanganku. Maaf Kembang.
            “Bagaimana bisa aku tidak menangis Mas mendengar keadaanmu dan kini aku membaca suratmu. Meskipun ini hanya sebuah surat rasanya kamu benar-benar sedang berada di depanku, kamu membacakan surat ini. Aku bahkan bisa mencium harum tubuhmu, Mas.”
Oh iya, dibalik surat ini ada sebuah kembang gula jumbo buat kamu. Hmm, memang hanya gambar sih?! Padahal sebenarnya aku ingin memberimu kembang gula berukuran jumbo yang asli, tapi kali ini aku masih belum sempat membelikanmu. Maaf ya? Aku janji suatu saat nanti jika masih ada kesempatan, bahkan jika kesempatan itu hanya secuil aku akan memberikanmu. Oke?
            “Jika memang itu ada kesempatan, aku hanya menginginkan kamu Mas. Bertemu denganmu itu sudah lebih dari cukup.” Kembang mulai sesenggukkan.
Kembang, jika aku pergi dan kamu menemukan orang lain yang bisa membuatmu nyaman, bahagia, dan bisa menerima kamu apa adanya cintailah dia dengan sepenuh hati kamu. Jangan membanding-bandingkan dia dengan aku. Aku tidak ada apa-apanya bagimu. Bagaikan kembang gula aku mungkin hanya memberimu manis sesaat.
            “Kamu memang seperti kembang gula, meskipun manisnya cepat hilang tapi bekas warna merah masih akan membekas di lidah, dan walau bekas itu tidak bertahan lama masih ada kebahagiaan tersendiri ketika bisa menikmati sebuah kembang gula. Seperti ketika aku mengenalmu, hari-hariku lebih berwarna Mas. Kamu telah mengenalkanku pada sesuatu yang bisa disebut cinta.”
Kembang, mungkin beribu maaf pun tidak bisa menghapus rasa kesalmu padaku. Ini bukan keinginanku Kembang. Jika boleh aku justru ingin bersamamu dan menghabiskan hidup bersama. Membayangkan bagaimana kita menghabiskan masa tua bersama, melihat cucu-cucu kita berlarian mengejar layang-layang. Menatap wajahmu yang sudah keriput. Ahh, maaf aku terlalu berlebihan membayangkannya.
            Jantung Kembang berdegup kencang membaca jika Bhima ingin menghabiskan hidup bersamanya. Apa benar masih ada kesempatan seperti untuknya? Lalu Kembang mengamati paragraf surat. Ada sebuah bekas bercak air yang telah kering tepat pada salah satu katanya. Kembang menatapnya, bercak air itu seperti bekas air mata yang jatuh. Karena pada waktu yang sama air mata Kembang jatuh tepat di samping bekas air mata tersebut. Apa Mas Bhima juga menangis waktu menulis surat ini?
Kembang, mungkin sampai di sini tulisanku untukmu. Bukan karena aku kehabisan tinta tapi aku kehabisan kata-kata. Karena rangkaian kata-kata indah pun tidak bisa mengalahkan betapa indahnya hidup denganmu, betapa bahagianya aku bisa dekat denganmu.
Hmm, hampir lupa! Kembang, apa aku pernah bilang padamu bahwa aku mencintaimu? Sepertinya belum kan? Kalau belum maka kalimat terakhir pada suratku akan kutulis bahwa AKU MENCINTAIMU KEMBANG. SELALU.

                                                                Aku, yang selalu merindukanmu
                                                                Bhima Anjasmara

            “Mas Bhimaaaa!!!” Tangis Kembang semakin kencang. Dia memeluk surat itu. Lama sekali. Merasakan perih hatinya. Lalu dia membalik surat dan menemukan gambar untuknya. Gambar itu ditempel menggunakan selotip di balik surat yang kosong. Dalam gambar tersebut tampak seorang laki-laki yang sedang mengulurkan kembang gula jumbo, tidak ada pesan apa-apa lagi selain tulisan ‘kembang gula’.
==bersambung==

Sabtu, 23 Februari 2013

Kembang Gula


Episode #8

Hari ujian seleksi.

            Jam beker doraemon di meja belajar Kembang sudah menunjukkan pukul enam pas. Si Empunya sudah bersiap di depan cermin sejak lima belas menit yang lalu. Dia terus memandang cermin. Sambil komat-kamit dia terus berdoa. Menatap refleksi wajahnya sendiri.
            “Ya Tuhan, semoga hari ini semua berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.” salah satu kebiasaan Kembang yaitu selalu berdoa di depan cermin, setiap hari bahkan sebelum berangkat ke sekolah. Padahal pagi harinya dia sudah memanjatkan doa yang sama pada saat menjalankan ibadahnya.
            “Satu lagi, semoga setelah dua hari ke depan aku bisa segera bertemu Mas Bhima.” doa ini selalu ada dalam setiap ibadahnya. Rindu itu sudah memuncak, Kembang benar-benar sedang jatuh cinta pada Bhima.
            Pukul enam lewat sepuluh menit. Kembang beranjak dari kursinya yang telah didudukinya sejak tadi. Mengambil tas lalu turun kebawah berpamitan pada kedua orang tuanya.
            “Ayah, Bu, Kembang berangkat dulu, doakan ya?” Tak lupa Kembang mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
            “Apa Ayah antar sampai tempat ujian?”
            Kembang menggeleng, “tidak usah Yah, tempatnya tidak terlalu jauh dari sekolah kok, Kembang bawa sepeda saja.”
            “Benar nih?”
            “Iya, ya udah Kembang berangkat dulu. Assalamualaikum!”

***
            Di sebuah rumah beberapa blok dari rumah Kembang tampak keributan kecil di dalamnya. Kembang sempat menatap lama ketika akan berangkat tadi, namun Kembang tidak menyadari apa yang sedang terjadi di dalam rumah itu.
            Bukan keributan yang terjadi. Tapi rasa panik dari seorang Ayah ketika melihat anak laki-lakinya sedang tidak sadarkan diri. Ayah tersebut berlari keluar rumah, tidak ada taksi yang lewat lalu kembali masuk ke dalam rumah. Anak laki-lakinya tidak sadarkan diri, digoncang-goncangkan pelan tubuhnya juga tidak memberikan respon. Akhirnya sang Ayah memutuskan untuk menelepon ambulan rumah sakit terdekat.
***
           
            Hari pertama ujian dilalui Kembang dengan mudah. Tinggal satu hari lagi, hingga Kembang dapat kembali menemui Bhima. Sepanjang hari itu Kembang tidak pernah absen melihat layar ponselnya, barangkali ada sms masuk dari Bhima. Kembang tidak mengharapkan lebih, cukup satu kalimat penyemangat untuknya. Namun ternyata hingga malam tiba tidak satu pesan pun dari Bhima yang dia terima.
            Di dalam kamar, di sela-sela belajarnya Kembang memandangi jam beker doraemon pemberian Bhima. Tiba-tiba Kembang merasa ada sesuatu yang tidak pas di hatinya. Apa mungkin selama ini hanya perasaannya saja yang menganggap Bhima juga menyukainya? Apa mungkin Bhima hanya menganggapnya sebagai teman yang hanya lewat, artinya hanya sebuah pertemanan singkat biasa? Kembang menutup mukanya dengan kedua tangan.
            “Aaah..... bodoh! Bodoh! Kenapa bisa aku memberinya perasaan lebih?”
            Kembali dia menatap wajah doraemon itu, mengelus-elusnya bak wajah Bhima.
            “Mas Bhima, besok ujian terakhir. Meskipun kamu tidak pernah mengirim ucapan semangat padaku tapi entah kenapa perasaanku berkata bahwa kamu peduli sama aku. Meskipun aku tidak tahu kamu menganggap aku sebagai apa, tapi aku berharap pertemuan kita selama ini akan tetap membekas dalam benakmu.” Kembang bicara pada wajah doraemon yang kini telah berada dalam dekapannya mungkin juga akan terbawa sampai mimpi.
***
            Di depan ruang ICU di sebuah rumah sakit tampak seorang ayah mondar-mandir. Bibirnya tak henti-hentinya melafalkan apa saja yang sekiranya bisa membantu meringankan sakit yang sedang diderita anak laki-lakinya. Satu-satunya yang dimiliki di dunia ini.
***
==bersambung==

Rabu, 20 Februari 2013

Kembang Gula

Episode #7


           Masih dalam selimut tebalnya, Kembang memejamkan mata, setelah mengingat semua tentang Bhima dia kembali beranjak ke jendela kamarnya. Gerimis rupanya belum juga reda, awan masih putih menandakan hujan akan semakin awet hingga nanti siang.
            Melalui jendela kamarnya Kembang melihat sudah tidak ada Bhima di jalanan, ibunya juga nampak sudah masuk ke dalam rumah.
            “Kembang, kamu tidak bangun, Nak?” terdengar suara ibunya memanggil di balik pintu kamar.
            Kembang hanya menggeliat, dia menoleh ke arah jam beker berbentuk wajah doraemon pemberian Bhima malam itu ketika kesepakatan untuk tidak saling bertemu hingga Kembang menyelesaikan ujian seleksinya. Jam itu menunjuk angka 10 tepat.
            “Ayo cepat bangun, semua sudah sarapan loh, kamu tidak mau sarapan?” panggil ibunya lagi.
            Kembang mulai beranjak dari tempat tidurnya ke kamar mandi. Setelah itu dia merapikan kamar tidur dan turun. Di meja makan sudah tidak ada orang, hanya terdapat makanan dan lauk yang disisakan untuknya, rupanya semua sudah sarapan kecuali dirinya.
            “Cepat sarapan, sudah siang ini nanti kamu sakit perut!” Yasmin yang sedang menonton TV menegurnya.
            Ada nasi goreng, telor mata sapi, dan segelas susu yang sudah tersaji di meja makan. Dia mulai menyendok nasi goreng ke dalam piringnya. Kembang sarapan pagi dalam diam.
            Ujian seleksi masuk perguruan tinggi kurang seminggu lagi, namun hatinya sudah tidak kuat menahan rindu yang teramat dalam kepada Bhima. Terhitung sejak kejadian malam itu, berarti sudah hampir empat minggu Kembang tidak bertemu dengan Bhima. Tidak ada telepon atau sms yang masuk.
            “Tadi waktu Ibu belanja, nak Bhima menitipkan ini pada Ibu.” Ibunya mengulurkan selembar kertas yang dilipat menjadi dua. “Ibu kira itu surat, tapi ternyata hanya gambar, maaf ya Ibu reflek langsung membukanya tadi.”
            Kembang terperanjat dan hampir tersedak, buru-buru dia minum. Lalu diambilnya kertas itu dan dibuka. Dalam kertas itu terdapat gambar dua buah kembang gula, bentuknya persisi seperti kembang gula yang selama ini dia makan bersama Bhima. Dia bawah gambar itu terdapat tulisan ‘kembang Gula’. Hanya itu isi dari kertas itu. Tanpa pesan singkat apapun.


            Kembang menghela nafas, walaupun hanya gambar tapi itu sangat berarti baginya, setidaknya selama hampir empat minggu ini Bhima masih memikirkannya. Dia terlalu berburuk sangka. Awalnya dia menyetujui kesepakatan untuk tidak saling bertemu memang karena cerita Bhima tentang kakaknya, tapi tidak disangka tidak sekalipun Bhima menelepon atau hanya sekadar memberikan kata-kata penyemangat melalui pesan singkat. Kembang berfikir semua cerita tentang Ara hanya akal-akalan Bhima yang mungkin tidak bisa menemaninya belajar atau apalah, tapi kertas bergambar kembang gula yang diterimanya pagi ini sedikit mengobati rasa kecewanya.
            “Kamu kapan ujian seleksi itu Kembang?” Tanya Yasmin. “Ah, gambar siapa ini bagus sekali.” Yasmin mengambil kertas itu dari tangan Kembang.
            “Dari Bhima.”
            “Oh iya, ngomong-ngomong soal Bhima, kenapa dia tidak pernah main ke rumah lagi? Dia tidak pernah kelihatan jalan sama kamu lagi. Kalian sedang bertengkar?” selidik Yasmin. Dia kini duduk disamping Kembang.
            Kembang menggeleng. Memang sejak kejadian itu Kembang hanya bercerita kepada Ibunya. Karena Yasmin selalu pulang malam sehngga Kembang tidak enak ingin bercerita kepada kakaknya, takut yasmin terlalu lelah untuk mendengarkan curhatnya.
            “Kami memang sepakat untuk tidak bertemu hingga selesai ujian masuk nanti.”
            “Hah?? Kenapa?”
            Kembang menceritakan semuanya kepada Yasmin, tidak disangka kakak yang terkadang sangat menyebalkan ini mendengarkan dengan seksama, bahkan ketika kembang selesai bercerita Yasmin memeluknya.
            “Adikku sayang, dengar ya? Meskipun aku terkadang menyebalkan tapi Mbak ini tetap kakak kamu dan yang Mbak sayangi selalu itu adalah kamu, jadi kenapa kamu mesti takut cerita sih? Akan selalu ada waktu untuk kamu.” Yasmin melepaskan pelukannya. Dia menoleh melihat sekeliling, memastikan tidak ada ibu ataupun ayahnya di ruangan ini. Lalu dia tersenyum melihat adiknya. “Mbak tahu kamu jatuh cinta sama Bhima itu, dan pasti sekarang kamu sedang menahan rindu kan? Itu wajar kok, dulu waktu mbak sedang kasmaran juga begitu. Tapi yang terpenting sekarang kamu harus bisa menahan itu semua karean sebentar lagi ujian kan? Kamu harus bisa menyelesaikan ujian itu dengan hasil yang sangat memuaskan. Oke?”
            Yasmin yang satu ini memang tidak bisa ditebak. Dibalik sikap cueknya rupanya dia sangat peduli kepada Kembang. Kembang tersenyum dan memeluk Yasmin sekali lagi.
            “Baiklah, kamu belajar lagi sana. Mbak Yasmin mau mandi lalu keluar sebentar.” Yasmin beranjak dari tempat duduknya.
            “HAH??!! Jadi Mbak Yasmin belum mandi? Ihh, dasar pantesan tadi ada bau-bau apa gitu, Idihh!!!” Kembang tanpa sadar menutup hidungnya dengan kertas pemberian Bhima. Lalu buru-buru dia menjauhkan kembali kertas itu dari hidunya dan melihat gambarnya sekali lagi. Mas Bhima, apa kabarmu?


==bersambung==

Senin, 18 Februari 2013

Kembang Gula


Episode #6

“Justru aku datang ke sini untuk mengucapkan selamat tinggal sementara kepada kamu Kembang. Aku minta maaf, tapi kita harus membuat suatu kesepakatan, kita jangan bertemu untuk beberapa bulan hingga kamu benar-benar telah menyelesaikan semua ujian itu. Kita baru akan bertemu jika kamu telah benar-benar masuk di universitas kedokteran.”
Kembang sontak menarik tangannya dari genggaman Bhima. Tidak menyangka Bhima akan berkata seperti itu. ternyata Bhima lebih kejam dari orang tua yang memaksakan kahendak kepada anaknya.
“Apa?? Mas Bhima akan meninggalkan aku dan membiarkanku berjuang sendirian?” Kembang tertawa getir. “Mas Bhima kejam, aku tidak menyangka kamu melakukan ini terhadapku, padahal sebelumnya aku kira kamu adalah kakak terbaik untukku yang akan selalu ada menemaniku untuk melalui ujian-ujian masuk universitas, aku kira Mas Bhima akan memberikan aku semangat selain orang tuaku dan Yasmin, aku kira..” tangis Kembang pecah.
“Untuk apa kamu menyuruhku menjadi seorang dokter jika kamu tidak melihat perjuanganku? Untuk apa kamu menyuruhku menjadi seorang dokter jika kamu akan meninggalkanku seperti ini?” Kembang menutup mukanya dengan kedua tangan, dia sesenggukkan.
Bhima tidak tahu harus mengatakan apa, dia mendekati Kembang mencoba menenangkannya. Bhima memeluknya, pelukan pertama dari seorang laki-laki untuk Kembang. Kembang meronta.
“Lepaskan! untuk apa Mas Bhima masih mencoba menenangkanku? Kamu tahu, pagi itu di depan terminal aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan berjuang menjadi seorang dokter, demi siapa? Demi kedua orang tuaku? Bukan! Mereka berdua tidak pernah memaksakan aku untuk menjadi apa. Demi Yasmin? Bukan! Dia bahkan tidak menyukai bau obat. Demi siapa? Demi kamu Mas Bhima! DEMI KAMU!!” air mata itu semakin deras membanjiri pipi Kembang. Untung saja di rumah sedang tidak ada orang, kedua orang tua Kembang sedang pergi, sementara Yasmin sedang keluar bersama kekasihnya.
Tampak buliran air mulai runtuh dari sudut mata Bhima. Kembali dia mencoba merangkul pundak Kembang. Tapi diurungkannya niat itu mengingat Kembang sangat marah kepadanya.
“Namanya Ara, dia kakak perempuanku satu-satunya. Dia ingin menjadi dokter agar kelak dapat menyembuhkan ibuku yang sakit kanker pada waktu itu. Kanker payudara.” Bhima mengusap pipinya, dia menatap langit-langit rumah Kembang, dia sudah hafal setiap sudut langit-langit rumah itu. Tapi dia menatapnya bukan karena ingin memastikannya tapi dia tidak sanggup untuk menceritakan kisah yang sebenarnya hanya patut dia kenang sendiri.
Kembang mengangkat kepalanya yang sejak tadi dia tenggelamkan dalam tangkupan kedua tangannya. Tanpa mengusap air mata yang sudah membanjiri pelupuk matanya.
“Aku masih kelas satu SMA waktu itu. Ara setiap hari belajar dengan sungguh-sungguh, bahkan semangatnya tidak mengendur ketika ibu sempat tidak sadarkan diri karena kanker yang menggerogoti salah satu payudaranya justru sebaliknya dia memacu semangatnya agar bisa menembus seleksi ujian masuk perguruan tinggi yang diadakan satu bulan kemudian.” Kini Bhima menunduk, memejamkan matanya kembali dipaksakan pikirannya untuk kembali mengingat sosok Ara. Sementara Kembang masih terpaku di tempatnya.
“Satu minggu sebelum ujian itu diadakan Ara mengajakku untuk keluar jalan-jalan. Dia ingin menghirup udara malam setelah sekian bulan berkutat dengan buku-bukunya. Aku memboncengnya untuk melihat lampu-lampu kota yang berwarna-warni. Ara memeluk pinggangku erat, aku tidak tahu bahwa pelukan itu adalah pelukan terakhir Ara untukku.” Bhima menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sampailah dia pada kenangan yang menyakitkan.
Kembang terperanjat, namun masih tetap di tempatnya. Diusapnya air mata yang menggenang di pelupuk matanya karena pandangannya sedikit kabur karena air mata itu.
‘Bhima, Kakak bangga memiliki adik seperti kamu, kamu sangat baik dan mencintai keluarga. Jangan pernah melupakan keluarga meskipun kelak kamu menjadi orang besar. Ingatlah selalu perjuangan Ayah dan Ibu yang mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk menghidupi kita, agar kita menjadi orang yang berguna suatu saat nanti. Oh iya? Kamu mau jadi dokter juga nggak kalau sudah lulus nanti?’ “Itulah kalimat sekaligus pertanyaan terakhir Ara yang belum sempat aku jawab, karena tiba-tiba ada sebuah bus dengan kecepatan tinggi yang melaju keluar dari jalur kiri dan menabrak motor kami, aku sempat berusaha membelokkan motor untuk tetap menjaga keseimbangan agar Ara masih tetap menempel pada tubuhku, tapi aku salah aku malah membuatnya terpental dan….” Bhima sudah tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Bahunya tampak berguncang ketika dia sesenggukkan.
Air mata Kembang kembali meleleh, tangannya perlahan ingin menyentuh bahu Bhima, tapi diurungkannya karena sejak tadi kembang sudah memarahinya, Kembang merasa tidak enak. Kembang menatap sosok yang sedang menunduk itu lekat-lekat dan pada saat itu juga Bhima mengangkat kepalanya dengan gerakan yang sangat cepat hingga tidak sadar wajahnya berada hanya sejengkal dari wajah Kembang. Kembang tidak berusaha untuk menjauhinya, untuk beberapa detik mereka saling menatap satu sama lain, tatapan yang dalam. Bhima semakin mendekatkan wajahnya hingga beberapa senti sebelum kedua hidung mereka bertemu Bhima membelokkan arah kepalanya, dia memeluk Kembang. Pelukan yang hangat, Kembang bisa merasakan pelukan tulus dari Bhima.
“Ara meninggal saat itu juga, sementara aku mengalami luka berat hingga harus dirawat selama beberapa minggu di rumah sakit. Ibu meninggal tujuh hari setelah kepergian Ara.” Bhima sangat pelan membisikkan pada Kembang, ditariknya nafas panjang. “Itu adalah cobaan terberat dalam hidupku. Aku telah merenggut impian kakakku, aku telah menghancurkan harapannya untuk dapat menyembuhkan Ibu, aku juga telah membunuh ibu. Aku menyesal Kembang, sangat menyesal! Rasanya aku ingin bunuh diri saat itu juga, tapi melihat ayah dan kata-kata terakhir Ara aku mengurungkannya. Aku melihat Ayah yang sangat tegar meskipun aku tahu hatinya menangis kehilangan dua orang yang sangat dicintainya sekaligus. Aku menatap matanya yang kosong, aku masih punya Ayah yang berhak untuk kubanggakan, aku mencoba sekuat tenaga untuk dapat membuatnya tersenyum. ” Suara itu semakin lirih hingga yang terdengar hanya suara sesengggukan Bhima. Kembang mempererat tangannya yang melingkar di punggung Bhima.
“Karena itu, aku tidak mau sesuatu yang sama terjadi pada kamu, aku tidak mau karena impian kamu yang tinggal sejengkal hilang ditangaku,” Bhima melepaskan pelukannya, tangannya berpindah ke pundak Kembang. “Lihat aku Kembang, maaf jika aku telah membuatmu terpaksa berjanji untuk menjadi seorang dokter karena aku ingin kamu menyembuhkan mereka yang sedang sakit.”
“Pertanyaan Ara waktu itu, sebenarnya aku ingin menjawab bahwa aku tidak ingin menjadi dokter, karena dengan adanya Ara yang menjadi dokter bagiku sudah cukup, karena Ara akan menjadi dokter yang hebat, jadi untuk apa aku menjadi dokter jika kami telah memiliki dokter yang terbaik. Tapi aku tidak sempat menjawabnya. Jadi Kembang sekali lagi maafkan aku, entah mengapa sejak pertama kali melihatmu aku sudah merasa nyaman bersamamu, aku merasa menemukan Ara dalam dirimu, ah bukan. Kamu bukan Ara kamu adalah Kembang, kalian masing-masing memiliki kemampuan yang luar biasa, kamu tidak akan pernah menjadi seperti Ara, begitu juga Ara yang tidak akan pernah menjadi sosok Kembang. Karena kalian di dunia ini memiliki peran masing-masing. Kamu percaya aku kan Kembang?”
Tanpa ragu lagi Kembang memeluk Bhima. Kali ini lebih erat, tangisnya juga kembali pecah. “Maafkan aku Mas Bhima, maaf. Aku janji akan menjadi dokter bukan karena kamu yang menyuruhku, tapi karena aku ingin. Aku tidak tahu kapan aku meninggal setidaknya, dalam hidupku aku bisa bermanfaat bagi orang lain.”
“Terima kasih Kembang, tapi jika suatu saat nanti kamu bimbang dan kamu menyesal, maka jangan diteruskan. Tidak baik melaksanakan suatu hal karena keterpaksaan belaka. Aku akan pergi untuk sementara, jika memang kita jodoh maka kelak kita akkan bertemu kembali.”
“Tidak, Mas Bhima harus menemuiku setelah ujian itu. mas Bhima mau berjanji kan?”
Bhima hanya tersenyum. Senyum yang mengandung sejuta tanya di benak Kembang.

==bersambung==

Minggu, 17 Februari 2013

Kembang Gula

Episode #5


           “Makan kembang gula lebih enak jika diremas-remas terlebih dahulu, karena akan lebih keras dan lebih lama juga melumernya.”
            Kata-kata Kembang masih terngiang-ngiang di kepala Bhima. Dia tersenyum sendiri memengingat bagaimana Kembang mempraktekkan cara makan kembang gula. Di tempat yang berbeda pemandangan juga tampak sama. Kembang bahkan masih memegang plastik kembang gula yang dimakan Bhima tadi.
            Belum pernah Kembang meerasakan perasaan yang membuat hatinya bergetar hebat seperti ini. Bahkan senbelumnya dia tidak pernah suka mendengar teman-temannya bercerita tentang pacarnya masing-masing tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita suka maupun duka, saling mengerti, dan saling menyayangi, saling member semangat jika waktu ulangan tiba. Bagi Kembang itu semua berlebihan, tapi sekarang Kembang sedang merasakannya sendiri, rasanya dia ingin bercerita kepada setiap orang sepanjang waktu bahwa dia sedang jatuh cinta.
            Keesokkan harinya ketika Kembang sudah bersiap dengan sepedanya untuk berangkat sekolah tiba-tiba Bhima sudah ada di depan pagar rumah. Tampaknya Bhima juga sudah bersiap dengan baju kantorannya.
            “Mas Bhima!!” panggil Kembang meskipun dia tahu Bhima berdiri di sana sambil menatap ke arahnya.
             Bhima tersenyum sambil melambaikan tangannya. Lalu Kembang buru-buru mengambil sepedanya dan berjalan kea rah Bhima.
            “Mau berangkat kerja? Tumben lewat depan rumah?”
            “Lagi pengin aja, oh iya berangkat bareng yuk!”
            Hah, berangkat bareng? Nggak salah ini Mas Bhima? bukannya sudah jelas dia membawa sepedanya sementara Bhima hanya berjalan kaki. Batinnya.
            “Ah, maksudku kamu nggak keberatan kan menemani aku berjalan dari ujung gang depan, sampai ke terminal angkot sana, aku lagi pengin jalan-jalan sambil ngobrol nih!”
            “Oh, “ Kembang baru ngeh maksud Bhima. “Boleh, kebetulan hari ini bukan jadwal aku piket, jadi nggak perlu terburu-buru berangkatnya.”
            “Oke, sini aku yang bawain sepeda kamu.”
            Mereka berdua berjalan beriringan. Kembang sesekali menatap laki-laki disampingnya, hatinya semakin berdesir kala Bhima balas menatapnya.
            “Kenapa Mas Bhima nggak bonceng aku saja? Kan biar cepat sampai di terminal?”
            “Ah, tidak mau nanti cepat berkeringat dong!” balas Bhima lalu tertawa.
            “Oh iya Kembang, waktu kita pertama kali bertemu dan makan bareng kamu pernah bilang kan kalau kamu mau kuliah akuntansi seperti aku dan aku tidak melarangmu? Ingat tidak?”
            Kembang mengerutkan kening, pura-pura mengingatnya. Padahal tentu saja Kembang tidaka akan pernah melupakan saat-saat pertama kali mereka bertemu.
            “Hmm, iya ingat kenapa?”
            “Nggak apa-apa sih, cuma menurut aku lebih baik kamu kuliah di kedokteran.” Lalu Bhima mendekati Kembang dan berbisik, “aku suka sekali seorang perempuan yang berprofesi menjadi dokter. Perempuan itu selalu tampak cantik dengan baju putihnya. Ssst, ini rahasia loh jangan beritahu siapa-siapa ya? Takutnya semua perempuan di kompleks ini jadi dokter semua demi aku, haha.”
            Kembang diam, lalu menoleh ke arah Bhima yang kini sedang memandang lurus ke depan. Jantungnya berdegup semakin kencang.
            “Oh iya satu lagi, aku memang suka melihat perempuan yang menjadi dokter, tapi aku tidak menyukai rumah sakit Kembang, tidak suka!” Bhima menoleh secara tiba-tiba ke arahnya, Kembang gelagapan dibuatnya.
            “Kok gitu? Darimana kamu bisa menyukai seorang dokter jika kamu benci rumah sakit?”
            “Aku bisa memanggil dokter itu ke rumah! Ah, sudah sampai terima kasih ya Kembang sudah menemaniku memulai hari pagi ini, kamu hati-hati ya berangat ke sekolah. belajar yang rajin, dan ingat kamu pantas jadi dokter, daaah….” Bhima melambaikan tangannya, lalu berjalan menuju salah satu angkot yang biasa dinaikinya tanpa lupa meninggalkan senyum manisnya.
            Kembang menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung dan tidak mengerti maksud Bhima saat ini. Dia membalas lambaian tangan Bhima, entah ada sihir macam apa hingga pagi itu, tepat di depan terminal janji dia menemukan semangat baru untuk belajar dan akan berusaha masuk ke universitas kedokteran terbaik di kota ini.
            Kembang tidak main-main akan janjinya untuk menjadi seorang dokter. Hari-hari berikutnya dia menghabiskan waktu di kamar untuk belajar. Dua bulan lagi dia akan menghadapi ujian akhir nasional. Belum lagi untuk mengikuti tes masuk kedokteran di sebuah universitas terbaik di kota ini. Dia perlu mempersiapkan itu semua jauh-jauh hari.
            Hanya dia kahir pekan Kembang sedikit memotong waktu belajarnya karena Bhima selalu berkunjung ke rumahnya. Kembang memang menginginkan dapat menjalin suatu hubungan yang lebih dari persahabatan dengan Bhima, tapi dia tidak mau memaksakan biarlah hubungan ini berjalan apa adanya. Bhima juga tidak pernah mengajaknya keluar untuk sekadar jalan-jalan tapi dia tetap bahagia ketika Bhima datang untuk berkunjung ke rumahnya.
            Sabtu ini seperti biasanya Bhima datang berkunjung ke rumah Kembang. Namun ada sesuatu yang aneh, Bhima datang dengan membawa dua plastik kembang gula. Tidak biasanya memang, karena Kembanglah yang biasa menyediakan kembang gula untuk merea berdua.
            “Haa, tumben Mas Bhima bawain aku kembang gula? Haha, jadi sekarang Mas Bhima juga suka kembang gula ya?”
            “Pengin aja buat kejutan kecil untuk kamu, kamu terkejut nggak?”
            “Ah, bisa saja Mas Bhima ini. Ayo masuk!”
            Malam ini sepertinya langit sedikit mendung, tidak ada bintang-bintang bertaburan yang menghiasi langit. Bagi Kembang yang gemar memandang langit tentunya dia paham mendung ini sebagai pertanda akan terjadi sesuatu. Karena Kembang suka melihat langit di kala malam membungkus bumi, jika langit cerah berbintang maka akan ada hal baik yang terjadi dalam waktu dekat, begitu juga sebaliknya. Tidak pasti sebenarnya, namun Kembang selalu mempercayainya.
            “Kembang, kamu tentu ingat kan tempo hari aku mengatakan kalau kamu harus jadi dokter? Aku minta maaf ya, aku memang bukan siapa-siapa kamu yang sebenarnya tidak berhak mengatur hidup kamu nantinya mau jadi apa, tapi entah kenapa perasaanku mengatakan bahwa kamu memang layak menjadi seorang dokter.” Obrolan malam ini menjadi sedikit lebih serius dari malam-malam sebelumnya.
            Kembang menyimak dengan seksama. Kalau dipikir-pikir benar juga siapa Bhima yang berhak mengatur hidupnya, menyuruh-nyuruhnya menjadi dokter, bahkan kedua orang tuanya tidak pernah memaksakan akan menjadi apa dia kelak. 
            “Tapi kamu tidak keberatan kan dengan permintaanku?”
          Kembang tersenyum. Sebenarnya untuk bosa berada didekatnya seperti ini Kembang tidak keberatan untuk melakukan apa saja untuk membahagiakannya. Kembang menggeleng.
            “Maka Kembang, mulai saat ini aku minta kamu berusaha untuk mewujudkannya, aku tahu kamu pasti bisa, aku akan membantumu melalui doa-doa yang selalu aku panjatkan. Tapi,”
            Mimik Kembang  berubah seketika, “tapi apa? Mas Bhima akan selalu berada di sampingku untuk memberikan semangat untukku kan? Mas Bhima akan selalu ada disaat aku berjuang kan? Mas Bhima,” Kembang tidak dapat melanjutkan kata-katanya ketika Bhima mulai memegang tangannya.
            “Justru aku datang ke sini untuk mengucapkan selamat tinggal sementara kepada kamu Kembang. Aku minta maaf,”

==bersambung==

Minggu, 10 Februari 2013

Kembang Gula

Episode #4


          “Hai, Kembang. Aku tidak datang terlalu malam kan?”
Kembang membukakan pintu. ‘Ya Tuhan, Engkau tidak salah kan telah mengirimkan malaikatMu ke rumahku?.’
            “Si.. silahkan masuk Mas Bhima.” Jantung Kembang berdegup semakin kencang.
            “Benar nih aku tidak mengganggu kamu?”
            Kembang menggeleng. Bhima tersenyum.
            “Syukurlah kalau tidak mengganggu.”
            “Eh, sebentar aku ambilkan minum dulu, Mas Bhima mau minum apa?”
            “Terserah kamu saja Kembang.”
            “Tunggu sebentar ya Mas?”
            Kembang buru-buru masuk hingga tidak sengaja dia menabrak Yasmin yang juga akan ke dapur. Yasmin sewot, sementara Kembang berlalu tanpa menghiraukan kakaknya tersebut. Kembang menuangkan jus stroberi ke dalam dua gelas. Jus stroberi ini telah dia persiapkan sejak sore tadi. Berulang-ulang dia cicipi agar manisnya pas, tidak berlebihan atau kekurangan. Lalu dia beralih ke meja makan, disana telah dipersiapkan camilan dalam dua setoples yang berbeda, serta tidak ketinggalan dua buah kembang gula yang dia beli sepulang sekolah tadi. Semua sajian itu dia letakkan di atas nampan yang cukup besar, sehingga semua bisa diangkut sekali jalan.
            “Memangnya siapa yang datang sih? Pacar kamu? Kok aku lihat dari tadi kamu ribut menyiapkan ini itu.” celetuk Yasmin.
            “Ada deeh!” Kembang sedikit kesusahan membawa nampan tersebut.
            Yasmin nyengir, lalu tiba-tiba hidungnya mengendus sesuatu yang tidak beres. Sepertinya dia kenal bau wangi itu.
            “Eh tunggu-tunggu! Kamu pakai parfum kakak ya?”
           Kembang menghentikan langkahnya lalu berbalik, “sst.. jangan keras-keras, lagiapula aku cuma pakai sedikit kok, hehe”
            “Dasar, mau pacaran tapi nggak modal!”
          “Aduh, dengar yaa kakakku yang paling cantik yang bentar lagi mau merit, tolong adikmu ini ya? Lagian kalo parfum ini bisa buat cowok di ruang tamu itu jadi pacar aku, aku akan mengabulkan apa saja yang kakak minta, oke?”
           “Iya, iya, tapi parfumku itu bukan wewangian dari dukun yang bisa menjamin cowok di depan itu jadi pacar kamu loh ya? Kalau tidak bisa jadi pacarnya yaa, maaf parfumku tidak membantu deh! Hahaha…”
            Giliran Kembang yang nyengir, lalu buru-buru kembali ke ruang tamu.
            “Maaf ya Mas lama.”
            “Eh, nggak apa-apa kok.”
            “Ini ada sedikit camilan dan kembang gula yang khusus aku beli buat Mas Bhima loh?!”
         Bhima terkejut, tidak menyangka Kembang akan menyajikan kembang gulanya. Lalu dia tertawa ringan.
            “Kembang, Kembang, ternyata kamu memang penggemar jajanan ini ya?”
            Kembang mengangguk. “Mas Bhima nggak pernah nyoba?”
            “Pernah sih,tapi  dulu waktu masih SD.”
         Kembang ber-O ria. Dalam hati sebenarnya dia bingung, mau diajak ngobrol masalah apa lelaki tampan didepannya ini. Takut-takut nanti bahasan tidak seru dan suasana jadi garing.
            “Diminum Mas!?”
            Bhima mengambil segelas jus stroberi dan meminumnya sedikit. Lalu dia menoleh sekeliling. “Kamu lagi sendirian di rumah? Kok sepi?”
            “Ah, tidak ada kakakku di rumah kalau ayah, ibu, sama adik lagi keluar. Si adik minta dibelikan tas baru.”
            Ganti Bhima yang ber-hmm ria. “Oh iya, aku boleh makan kembang gula ini? Rasanya rindu masa kecil ketika pertama kali melihatmu membawa kembang gula ini waktu itu.”
             Tuh kan akhirnya kepingin juga. Batin Kembang, “tentu boleh dong.”
          Bhima membuka bungkus plastik kembang gula. Perlahan dia keluarkan kembang gula berwarna merah muda itu, lalu ditatapnya sejenak sebelum mulai mengambil sedikit ujungnya. Kembang gula yang berbahan dasar dari gula memang rasanya sangat manis. Jika sudah menyentuh lidah maka hanya dalam hitungan detik kembang gula akan meleleh dengan sendirinya. Kembang gula sangat mudak menyusut ukurannya jika terkena angin, karena itu diperlukan plasktik besar untuk membungkus kembang gula tersebut.
            Bhima seakan kembali ke masa-masa SD, bayangan tentang masa kecilnya ketika dia bisa sesuka hati membeli jajanan tanpa harus memikirkan apakah jajanan tersebut benar-benar bersih atau aman untuk dikonsumsi. Yang penting jajanan itu manis dan lucu bentuknya.
            “Mas Bhima, kalau makan kembang gula itu jangan terlalu lama, nanti kembang gulanya keburu habis dimakan angin. Mending makan gulanya kayak gini.” Kembang mempraktekkan cara menikmati kebang gula, yaitu dengan mengambil segenggam lalu meremasnya hingga membentuk sebuah bulatan kecil yang mengeras, lalu dimasukkan ke dalam mulut dan biarkan bulatan itu melumer dengan sendirinya. Karena bulatan itu keras, seakan-akan seperti sedang makan permen.
            “Kalau diremas-remas gitu kan jadinya keras?!”
            Kembang mengangguk, “tapi nanti seperti makan permen, melumernya lebih berasa manisnya.”
            Bhima tertawa, kali ini lebih lepas. “Kamu ada-ada saja Kembang, makan kembang gula saja pake ada triknya segala.” Bhima lalu mempraktekkan cara yang disarankan Kembang.
        Kembang tersenyum melihat Bhima tertawa lepas, baginya Bhima itu laki-laki paling sempurna. Meskipun usia Bhima bukan remaja lagi tapi dia tidak ragu untuk berteman dengan anak sepertinya yang notabene masih bersifat seperti anak kecil walau usianya sudah delapan belas tahun. Dia memang tidak berharap banyak, bisa dekat dan menjadi teman seperti saat ini pun sudah cukup baginya, lagipula tidak mungkin Bhima mau menjadi pacarnya. Bhima sudah cukup dewasa dan pastinya dia lebih memilih perempuan yang bersifat dewasa pula, bukan yang masih suka kembang gula seperti dirinya.
        Hari-hari berikutnya hati Kembang semakin tidak keruan. Entah perasaan apa yang tengah dirasakannya saat ini, apakah dia terlalu percaya diri dengan menganggap Bhima menyukai dirinya ataukah Bhima hanya menganggapnya sebagai adiknya saja. Kedatangan Bhima yang pertama kali ke rumahnya merupaka kunjunga laki-laki pertama pula seumur hidup Kembang. Dia belum pernah sekalipun pacaran disaat teman-teman perempuannya sibuk bercerita tentang pacarnya masing-masing.
            Banyak hal yang belum diketahui Kembang termasuk kedatangan Bhima ke rumahnya pada malam itu bukanlah kedatangan terakhir Bhima.

==bersambung==