Rabu, 09 November 2016

Pagi diantara Padi, Belalang, dan Awan

dok. pri

Mentari pagi bersiap untuk segera beranjak dari tempat peraduannya. Cahaya kuning dari timur sudah mulai tampak, sedikit demi sedikit menyembul di balik padi yang sudah mulai meninggi. Tidak ada yang membenci kehadiran sang Mentari.

Awan putih mulai menampakkan dirinya ketika matahari mulai meninggi, tidak ada yang mampu menghalangi putihnya awan selain pekatnya mendung yang mengubah keceriaan menjadi kesedihan.

Semilir angin menggoyangkan ujung-ujung tanaman padi, sebuah sapaan pagi dari angin bahwa hari ini dia akan selalu ada memberikan kesegaran kepada setiap makhluk bumi. Seekor Belalang hinggap di salah satu ujung daun padi yang tampak mulai berisi, masa panen akan tiba beberapa waktu lagi.

"Jadi, bagaimana kabarmu Belalang?" bisik Padi, ujung daunnya semakin bergoyang saat Belalang menghinggapinya.

Belalang masih mengatur kembali nafasnya, pagi ini matahari memang bersinar lebih terang, membuatnya lebih letih dari biasanya.

"Kabarku baik, syukurlah masih bisa berjumpa dengan kalian pagi ini." Ucapnya memicingkan mata menatap matahari pagi. "Sinarmu pagi ini begitu kuat, ada apa gerangan? apa hari ini kamu sedang bahagia?" Tanya belalang kepada Mentari.

"Ha ha ha..!! Ya hari ini aku berbahagia sekali, lihatlah awan bisa menjadi putih jika aku terang seperti ini!"

Sang Awan tersipu, pagi ini memang dia seputih kapas yang berterbangan menghiasi langit biru.

"Belalang, apa padi yang kamu lihat di sawah lain juga sama seperti aku?"

Belalang tertawa, bagaimana mungkin tanaman berbeda, bentuk tanaman padi dimana-mana juga sama

"Belalang, diantara kita hanya aku yang tidak dapat berpindah dan berkeliling mengunjungi tempat-tempat indah, berkelana kesana-kemari" Celetuk Padi. "Jadi bisakah kamu bercerita kepadaku bagaimana gambaran dunia luar, bagaimana binatang yang terbang lain, bagaimana sawah di tempat lain." Lanjutnya.

"Jangan pernah bersedih hanya karena kamu tidak berpindah, kamu tetap tumbuh Padi!" Jelas Belalang.

"Iya, tapi aku akan tetap di sini dari pijakan pertama tanpa tahu bagaimana suasana di luar sana, tidak seperti kamu yang bisa terbang dengan bebas, matahari yang mengelilingi bumi setiap hari, dan kamu awan yang menghiasi langit dengan warnamu yang bersih. Sementara aku?"

"Hidup tidak akan pernah sama setiap harinya, kamu akan tumbuh berhenti sejenak pada pijakanmu, akan datang waktunya kamu akan beranjak. Percayalah hidup sudah ada yang mengatur. Kamu memang tidak langsung melihat dunia luar tapi dengan adanya kami di sini seolah kamu bisa berkeliling.." jelas Mentari

"Coba lihat, ketika orang-orang di luar sana merasakan hangatnya matahari senja, kamu di sini juga merasakan hangat yang sama bukan? lalu ketika malam bertabur bintang, kamu juga masih bisa memandangnya kan?...." Tambahnya

"Saat mendung menggelayut hitam, kamu juga akan merasakan hujan yang turun setelah beberapa saat kusimpan, air hujan yang mengguyur sekujur badanmu akan selalu sama dimanapun.." Lanjut Awan.

"Iya, tapi aku tidak bisa melihat hewan dan manusia lain dengan beraneka rupa dan bentuk"

"Sekarang coba aku tanya, siapa yang membajak tanah tempat kamu tumbuh? Siapa yang menanam benih, menyemai pupuk, hingga kamu tumbuh dan semakin berisi seperti ini? Manusia. Setiap hari kamu bertemu mereka, kamu yang menjaga kebutuhan mereka hingga mereka dapat melangsungkan hidup beranak pinak, ya mereka adalah manusia. Jika telah tiba waktunya mereka akan memanen dan mengolahmu sedemikian rupa hingga kamu berubah menjadi sebutir beras saat itulah giliranmu untuk berkeliling, menjadi kebutuhan utama makhluk hidup lain, saatnya kamu bisa melihat  dan memberi manfaat pada manusia di luar sana" Mentari  mencoba memberi pengertian kepada Padi.

"Baik Mentari maupun Awan memang tidak tumbuh seperti kita, makhluk hidup, tapi mereka bagian dari hidup kita yang tidak terpisahkan. Mereka akan mengiringi kita tumbuh, tua, kering, mati, hingga muncul kehidupan yang baru lagi." Jelas Belalang.

Padi teringat petani yang menancapkan kehidupan awal padanya melalui sebutir benih, memupuknya, menjaganya setiap hari dari serangan tikus dan hama. Padi juga memahami apa yang dikatakan Mentari, Awan, dan Belalang bahwa tidak semua kehidupan berlangsung sesuai keinginan kita, perubahan memang akan selalu terjadi dan ada saat dimana kita harus berhenti sejenak mengamati sekitar bahwa kita hidup tidak sendiri ada lingkungan yang menyeimbangkan kita, saling melengkapi, hingga datang suatu masa dimana kita harus beranjak untuk melanjutkan hidup dan memberi manfaat di tempat yang baru.

****


Tidak ada komentar: