Senin, 06 Agustus 2012

Resensi Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah



Judul               : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Pengarang       : Tere Liye
Tahun Terbit    : 2012
Tebal               : 512 halaman
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama


Asmara di Sepit Borneo

“Cinta adalah perbuatan.Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong”.
            Secuil kalimat mutiara yang dilontarkan seorang Pak Tua kepada dua bujang, Borno dan Andi.Borno, seorang bujang sederhana dengan kisah asmaranya yang sederhana pula yang bersemi di sepit ‘Borneo’.
            Adalah  angpau merah yang mengawali pertemuan pertama Borno dengan gadis yang kelak akan selalu hadir di dalam mimpi-mimpinya, dalam setiap lamunan bayangan itu selalu muncul. Gadis yang kelak juga akan membuat hati Borno merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Jatuh cinta dengan sederhana.
            Sepak terjang Borno menjadi pengemudi sepit tidak lain karena dia sudah menyerah dengan berbagai pekerjaan yang sebelumnya dia lakoni tidak cocok dengannya. Awalnya Borno bekerja di pabrik pengolahan karet yang manimbulkan bau menyengat di tubuhnya hingga menjadi bahan ledekan seluruh warga kampung.Lalu berganti menjadi pegawai penarik karcis di sebuah pelampung.Akan tetapi pekerjaan yang satu ini menjadikannya sebagai ‘buronan’ warga setempat yang sebagian menjadi pengemudi sepit.Bagaimana tidak, pelampung telah menjadi musuh terbesar mereka karena ancaman pelampung dapat mengurangi penghasilan mereka sebagai pengemudi sepit.Akibatnya poster Borno tersebar dimana-mana. Bang Togar, pengemudi sepit senior yang paling getol memprovokasi semua pengemudi sepit agar tidak memberikan tumpangan kepada Borno selama dia masih bekerja di pelampung itu.
            Dengan segala pertimbangan, mengingat kakek Borno dulu adalah juga seorang pengemudi sepit yang baik hati, akhirnya Borno memutuskan keluar dari pekerjaan barunya.Walaupun Bang Togar dan kawanan pengemudi sepit lainnya telah bersuka cita mendengar kabar keluarnya Borno dari pelampung tersebut, namun kegelisahan tetap bersarang di hati Borno.Satu pertanyaan besar muncul.Selanjutnya, apa yang akan dia kerjakan? Borno tidak dapat membayangkan dirinya hanya menjadi bujang luntang-lantung yang tidak mempunyai pekerjaan. Lagi-lagi Pak Tua, seorang pengemudi sepit yang telah menganggap Borno sebagai anaknya sendiri yang selalu memberikan wejangan-wejangan tentang arti hidup. Borno dengan segala kerendahan hatinya memutuskan menjadi seorang pengemudi sepit.
            Sepit nan gagah pemberian dari pengemudi sepit lain hasil dari patungan itu di beri nama ‘Borneo’. Sepit inilah yang nantinya akan menjadi alat penghasil uang bagi Borno. Tidak terkira bahagianya Bujang itu, walaupun sesungguhnya tidak pernah terlintas di pikirannya menjadi seorang pengemudi sepit.Namun, itulah hidup yang selalu penuh misteri. Dan di setiap kejadian yang terjadi dalam hidup ini akan selalu membawa hikmah tersendiri.
            Sepucuk angpau merah itu terselip di bangku sepit Borno.Tidak disangka angpau merah itulah yang membawanya bertemu dengan seorang gadis dan mengalirlah kisah pergulatan hati Borno tentang perasaannya kepada tersebut yang merupakan seorang guru magang di yayasan di daerah dermaga seberang.Itulah mengapa setiap hari gadis sendu menawan ituselalu naik sepit setiap pagi dengan payung terkembang yang menghiasi sepit Borno di tengah Kapuas. Betapa kagumnya Borno kepada gadis itu meskipun selalu kikuk setiap kali menjumpainya di pagi hari, bahkan saking nervousnya Borno tidak berani barang menanyakan siapa nama gadis sendu menawan itu.
            Ketika kita merasakan jatuh cinta atau kekaguman kepada seseorang kita bahkan bisa melakukan hal gila yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.Disinilah Tere Liye menuliskan berbagai tingkah konyol bujang Borno.Digambarkan bagaimana danapasesungguhnya rasa yang bersemayam di hatinya hingga selalu terkenang akan wajah ayu si gadis sendu menawan tersebut. Setiap hari bertemu walau hanya selepas mata memandang membuat Borno hafal jadwal keberangkatan gadis itu.Setiap pagi Borno menunggu di antrian sepit menunggu timing yang pas sehingga sepitnya bisa dinaiki oleh gadis itu.Susah tidur demi menunggu datangnya hari esok dan tidak menyia-nyiakan waktu dan mengatur keberangkatannya setiap pagi agar sampai di dermaga pas di antrian sepit nomor tiga belas, dimana antrian yang berpeluang besar agar gadis sendu menawan tersebut bisa naik di sepitnya. Walaupun Borno masih belum berani menanyakan siapa gerangan nama yang disandang gadis ayu tersebut.
            “Kamu tahu, Pak Tua bahkan punya kenalan dengan dua belas anak, namanya mulai dari Januari, Februari, Maret hingga November, Desember.Ada-ada saja.”Begitulah Borno bercanda, lantas tertawa.Salah satu adegan diceritakan yang membuat Borno salah tingkah karena gadis ini ternyata bernama Mei. “Namaku Mei, Abang.”Begitulah jawab si gadis, yang sontak membuat Borno tidak enak hati karena telah melontarkan guyonan tentang nama tersebut.
            Bujang Borno disini digambarkan dengan sangat sederhana.Dia tidak hidup mewah dengan gelimangan harta, namun dia cukup bahagia hidup dengan Ibunya, dan dengan sepit Borneo yang dimilikinya saat ini.Sepit yang membawa rezeki, menemani Borno mencari nafkah setiap harinya.Sebenarnya dalam hati kecil Borno masih terdapat cita-cita yang kelak dia berharap bisa mewujudkannya.Dia tidak ingin menghabiskan masa mudanya hanya sebagai pengemudi sepit.Walaupun dia tahu saat ini tidak ada lagi yang bisa dia kerjakan selain hanya menjadi pengemudi sepit.Dan salah satu cita-citanya yaitu memiliki sebuah bengkel.
            Borno mengetahui segala keterbatasannya, terutama dalam hal keuangan yang tidak memungkinkan baginya untuk membuka sebuah bengkel.Akan tetapi sebuah keterbatasan tersebut tidak pernah membuat Borno memupuskan harapan itu.Dia belajar banyak tentang mesin dari Pak Tua, dari buku yang diberikan oleh gadis pujaannya, Mei.Borno juga mulai belajar tentang mesin dengan terjun langsung di bengkel orang tua sahabat sejak kecilnya, Andi. Dari bengkel kecil itulah sedikit demi sedikit Borno paham bahkan menjadi montir andalan di sana.
            Cita-cita untuk memiliki bengkel itu kian tergambar jelas, sejelas rasa rindunya kepada Mei yang telah meninggalkannya untuk kembali ke Surabaya. Bayangan Mei juga tidak pernah absen hadir di benaknya, sama seperti bayangan akan memiliki sebuah bengkel hasil dari kerja sama dengan bapak Andi. Mereka akan patungan untuk membeli sebuah bengkel besar dan pindah dari bengkel kecil tempat belajar Borno dulu, meskipun itu harus dibayar mahal dalam arti yang sesungguhnya. Ya, untuk membayar modal patungan pembelian bengkel itu Borno dengan berat hati dan dengan pertimbangan bersama para pengemudi sepit terpaksa menjual sepit Borneo.
            Lalu apakah cita-cita Borno sudah benar-benar dapat dia capai?Ternyata tidak semudah itu.Ujian masih harus dilaluinya karena ternyata transaksi jual beli bengkel yang telah menguras habis segala aset Borno dan bapak Andi hanyalah sebuah penipuan belaka.Butuh perjuangan keras mulai dari nol lagi bagi Borno untuk mengembalikan keadaan ini menjadi normal seperti sedia kala.Disini juga diceritakan bagaimana keteguhan hati dan ketekunan dapat menyelesaikan suatu masalah.
Di awal-awal kisah ini akandiceritakan bagaimana Borno kehilangan bapaknya kala usia Borno menginjak 12 tahun. Bapak yang telah menyumbangkan salah satu organ tubuhnya kepada seseorang di rumah sakit yang tengah membutuhkannya.Ya, jantung bapaknya telah didonorkan kepada seorang pasien gagal jantung yang tengah terkulai lemah. Kenangan tentang meninggalnya sang bapak memang tidak pernah bisa dia lupakan, bahkan pada waktu itu Borno sangat yakin bahwa sesungguhnya sang bapak belum betul-betul meninggal.
            Dan ditengah-tengah kisah ini diceritakan bagaimana kenangan akan bapaknya itu muncul kembali seiring munculnya seorang gadis ayu pemilik mata indah yang berbinar. Sarah, seorang dokter gigi yang secara tidak sengaja hadir di saat hati Borno gundah gulana karena kepergian Mei, gadis yang sesungguhnya amat dia sukai ke Surabaya dalam waktu yang dia tidak pernah tahu. Kehadiran Sarah di hari-hari Borno berikutnya kembali membuka memori keluarga akan meninggalnya sang bapak. Bagaimana tidak Sarah adalah putri dari seseorang yang telah menerima donor jantung dari bapak Borno.Alangkah terkejutnya Borno bertemu dengan seseorang yang ternyata pernah dia temui belasan tahun silam. Sebaliknya dokter gigi nan ayu tersebut sangat bahagia kembali menemukan Borno, baginya keluarga Borno telah menjadi anggota keluarganya sejak jantung bapak Borno ditanamkan pada tubuh bapak Sarah. Baginya, Borno dan keluarganya adalah malaikat penyelamat yang dikirim Tuhan.
            Bagaimana selanjutnya perasaan Borno?Apakah dia juga mengakui bahwa Sarah memiliki wajah yang sama-sama cantik dengan Mei?Apakah hatinya akan berpaling pada dokter gigi muda yang cantik ini? Dan apakah Borno akan selamanya menjadi pengemudi sepit?
            Borno, bujang sederhana dengan hati lurus sepanjang tepian Kapuas ini hanya memiliki satu perasaan yang kelak hanya dia berikan kepada gadis pujaannya, tak lain adalah Mei.Gadis sendu menawan yang membuatnya tidak bisa tidur di sepanjang malam.Baginya Sarah memanglah cantik, memiliki mata yang berbinar indah. Bahkan sejak mengetahui rumah Borno dan keluarganya, Sarah selalu menyempatkan diri untuk datang berkunjung dengan membawa banyak hadiah untuk Borno dan keluarganya..Namun bagi Borno Sarah adalah teman baik.Teman yang bisa menjadi tempat untuk bercerita.Begitu pula sebaliknya dengan Sarah yang menganggap Borno sebagai teman baik, walaupun tak jarang Pak Tua menggoda bahwa mereka berdua sangatlah serasi.
            Kisah cinta Borno yang sederhana ini tertulis mengalir di setiap halamannya.Bagaimana Borno memendam perasaannya, mengutuk dirinya sendiri ketika gagal mengutaraan kerinduannya terhadap Mei.Borno tidak pernah mengatakannya, tidak pernah mengungkapkan perasaannya, tapi semua orang tahu bahwa Borno menyukainya dengan cara yang sederhana. Bahkan disaat-saat Mei menolak untuk menemui Borno lagi karena satu rahasia. Sebuah rahasia besar yang tersimpan manis dalam sepucuk angpau merah yang ditemukan Borno di hari pertama mereka bertemu.
            Rahasia besar yang ada dalamsepucuk angpau merah tersebut adalah sebuah peristiwa pahit tentang kematian bapak Borno.Rahasia yang semestinya dapat mengubah perasaannya pada Mei.Namun, lagi-lagi dia adalah Borno, bujang sederhana dengan hati lurus sepanjang tepian Kapuas.
            Disinilah letak keunikan novel khas Tere Liye yang selalu membawa cerita maju dan mundur secara teratur.Sehingga hubungan antar peristiwa yang tidak dapat dipisahkan.
****

Tidak ada komentar: