Senin, 01 Juni 2015

Higga Pagi Datang Kembali







dok. pribadi


Aku pernah membaca di sebuah novel yang sangat aku sukai, di sana ada kutipan yang kurang lebih isinya begini “aku sangat menyukai pagi karena akan ada harapan dan kesempatan baru pada setiap pagi yang datang”. Menurutku memang benar, karena pagi merupakan awal untuk membangun impian dan harapan baru.
            “Morning, Sugar!” sapamu sambil tersenyum. Ah, sungguh ini adalah pagi yang indah kesekian yang kulalui bersama sapamu. Sugar, adalah panggilan sayangmu padaku-katamu waktu itu, walau kedengarannya aneh, membayangkan kamu memanggilku gula.
            Mimpi untuk bisa sarapan berdua dengan orang terkasih, memasak makanan kesukaan, membuatkan kopi, kini semua mimpi itu sempurna sudah aku capai.
            “Apa mimpimu semalam?” tanyaku sambil mengambil dua buah cangkir satu untuk kopi-dia memang penyuka kopi, dan secangkir teh untukku. Menyiapkan seduhan kopi termanis untuknya. Semanis senyumku pagi ini.
            Kamu menggeleng. “Nggak tahu, lupa!”
            “Hmm….” Sahutku, lalu beranjak dari dapur dengan dua cangkir, satu untukmu kopi susu dengan dua sendok gula, sesuai takaran favoritmu.
            “Hari ini aku ada perjalanan bisnis ke Jakarta. Kemungkinan besok malam baru pulang.” Pamitmu sambil menyeruput kopi.
            Aku mengambilkan nasi, menuanginya dengan sayur sop, kutambakan dua biji perkedel, dan satu sendok sambal kecap pedas. Sarapan kesukaanmu.
            “Memangnya harus kamu ya yang pergi?” tanyaku.
            Kamu mengangguk.
            Entah kamu menyadarinya atau tidak, raut mukaku sudah berubah kecut. Dasar laki-laki selalu saja dengan mudahnya melupakan suatu hal yang penting.
            “Kamu kenapa?” Oh, rupanya kamu menyadarinya.
            Aku yang sedari tadi hanya menunduk, kini kuangkat kepalaku menatapnya. Menatap laki-laki yang sudah dua tahun ini menjadi pasangan hidup. Menjadi pelengkap diantara kekuranganku, kamu memang tidak romantis tapi kamu selalu mengerti apa yang aku mau meskipun aku tidak mengungkapkannya. Dan harusnya kamu paham tentang perubahan moodku pagi ini.
            Sugar, jangan begitu dong ah!” kamu mengusap lembut puncak kepalaku. Lalu mengecup ringan dahiku. Sungguh, inilah yang selalu membuatku meleleh jika sedang marah kepadamu. You are not a romantic person, but you are unpredictable.
            Aku masih saja cemberut. Mencubit pinggangmu. Kamu tertawa, menghindarinya. Aku sedikitpun tak mengendurkan cubitan di pinggangmu. Kita berdua tertawa.
            “Sudah, cukup! Hahaha…” kamu menggenggam kedua tanganku memintaku untuk menghentikan cubitan padamu.
            “Wah, sudah siang aku harus berangkat ini! Bye Sugar, I love you, always as sweet as sugar.” Kamu memegang kedua pipiku lembut, mendekatkannya pada wajahmu dan seketika kecupan itu tiba-tiba mendarat manis di dahiku.
            Lalu kamu beranjak.
            “Dasar tukang pemberi kejutan!” aku tersenyum. Rasa dongkol karena dia lupa bahwa besok adalah hari pernikahan kita yang ke dua mendadak sirna.
***
            Aku bukan baru mengenalmu beberapa bulan, tapi semenjak kita masih ingusan. Ya, kamu adalah teman masa kecilku menghabiskan waktu sepanjang hari mengejar kupu-kupu, bermain lompat tali, gobak sodor, bola bekel, hingga boneka barbie. Kita masih sama-sama berumur lima tahun. Dan itu dua puluh tiga yang lalu tepatnya.
            Kamu adalah anak tetanggaku yang kata Bunda sangat menjengkelkan, karena orang tuamu selalu pamer kehebatanmu dalam olahraga, kepintaranmu di sekolah, hingga kemerduan suaramu yang sudah belajar membaca Al-Quran.
            “Dikira cuma anaknya saja yang sehebat itu? padahal kamu juga pintar loh Nduk!” begitu kata Bunda.
            Tapi entah mengapa meskipun kedua orang tua kita sering cek-cok bahkan untuk hal masakan siapa yang paling enak, kita masih terus bermain sepanjang waktu bersama yang lain, tidak memerdulikan konflik dua kubu.
            Tujuh tahun kita bersama, sampai juga pada perpisahan karena kamu harus pindah mengikuti Papamu yang pindah tugas ke Bali. Aku, yang pada hari kepindahanmu tidak bisa mengucapkan secara langsung salam perpisahan karena sedang dirawat di rumah sakit akibat demam berdarah. Jujur, aku sangat sedih hingga aku tidak merasakan lagi pahitnya obat, karena semua terasa hambar tanpa canda tawamu yang biasanya selau menjahiliku.
            Esoknya aku mendapat sepucuk surat darimu, aku membacanya setiap hari sebelum tidur berharap kamu sudah duduk manis di teras rumahku menjemputku untuk naik sepeda keliling komplek.
Halo Sugar,
Ups, maaf aku memanggilmu Sugar. Nggak apa-apa kan? Maaf deh kalau kamu nggak suka, tapi sampai kapanpun aku akan memanggilmu Sugar. Hehe (seneng banget godain kamu lewat surat karena kamu nggak bakal bisa cubit pinggang aku :D)
Oh iya, kamu tahu nggak kenapa aku panggil kamu Sugar? Bukan hanya karena kamu manis kayak gula, tapi karena kamu memang benar-benar penyuka gula, masih ingat nggak pertama kali kita ketemu di pasar, kita sama-sama digandeng oleh ibu masing-masing. Aku melihatmu yang waktu itu sedang menikmati gula di genggaman tanganmu. Sejak saat itu aku sudah berniat memanggilmu sugar, tapi aku takut kalau kamu nggak suka, hehe sekai lagi maaf ya? (tapi beneran deh aku suka banget memanggilmu dengan sebutan Sugar :p)
Gimana kabarmu? Kita belum sempat bertemu waktu aku pindah. Aku tahu kamu sedang sakit, sungguh aku ingin sekali berpamitan langsung kepada Oom dan Tante, kamu juga tentunya tapi waktu itu semuanya serba mendadak. Makanya hanya ada surat ini untuk kamu, sebagai ucapan selamat tinggal (yang sebenarnya aku tidak ingin pindah, karena aku sudah kerasan tinggal di samping rumahmu, memiliki teman-teman yang baik dan lucu)
Sugar, aku sekarang tinggal di desa pecatu. Memang tidak ada teman-teman selucu kalian di sini (walau aku sudah punya beberapa teman tapi kalian tetap yang nomor satu. Suer ^^, V) desa ini indah sekali, aku suka menghabiskan pagi dengan bersepeda menghirup udara sejuk. Tiap sore ke pantai melihat matahari terbenam, lalu melihat tari kecak dengan panorama jingga yang…. Ah Sugar ku janji entah kapan itu aku akan mengajakmu kesini menyaksikannya sendiri karena keindahan jingga yang melatarbelakangi tarian ini sungguh KEREN. (Maaf bukan maksud hati untuk pamer, au Cuma ingin berbagi cerita denganmu)
Ingat Sugar, pegang janjiku. Ketika suatu saat nanti kita bertemu lagi sepuluh atau bakan dua puluh tahun lagi aku akan tetap mengajakmu melihat tari kecak di sini. JANJI.
Sugar, sebenarnya aku ingin cerita panjaaaang sekali, ah bukan, aku malah ingin bertemu denganmu dan menceritakannya sendiri kepadamu sambil menikmati pisang goreng Bunda di teras rumahmu. Sayangnya hanya lewat secarik kertas ini yang bisa kuberikan padamu. Minggu depan kita kan ujian nasional masuk SMP, kamu harus belajar yang rajin ya, biar kita sama-sama bisa masuk SMP yang diinginkan.
Baiklah Sugar, sampai disini suratku. Kamu balas ya di alamat ini, aku tunggu loh!
Dadaaah Sugar!
Aku kangen!

Salam manis,
Ardhana

Surat darimu masih kusimpan rapi. Aku tidak pernah membalasnya. Bukan karena aku tidak mau membalasnya, tapi karena waktu itu kita masih dua belas tahun, aku bahkan tidak bisa merangkai kata-kata untuk membalasnya meskipun Bunda selalu menawarkan jasa untuk menuliskan apa yang ingin aku katakan. Tapi masa iya aku minta bunda merangkaikan kata-kata bahwa aku sangat kangen padamu? Haha, nggak mungkin! Sebenarnya ketika sudah lulus SMP aku bertekad membalas suratmu, tapi aku urungkan niatku karena aku pikir kamu pasti juga sudah lupa tentangku. Begitu juga denganku yang kini telah memiliki banyak teman dan kegiatan yang mengasyikkan di sekolah hingga aku benar-benar lupa telah memiliki teman kecil sepertimu.
Tuhan memang maha pengatur terbaik, tepat pada waktu-Nya. Tiga belas tahun kemudian kita bertemu di Yogjakarta ketika aku sedang berlibur dengan teman-teman kantor, dan kamu dengan ehm….. kekasihmu. Selain itu Tuhan memang maha pembuat kejutan, karena kekasihmu adalah teman kuliahku, ya aku mengenalnya meskipun bukan teman dekat. Anehnya aku tidak merasa cemburu atau apalah karena memang waktu adalah penyembuh kesedihan yang paling mujarab. Tiga belas tahun aku menjalani hidup tanpa mengingatmu hingga detik ini kita bertemu, di titik nol.
Mungkin kamu tidak akan ngeh bawa orang yang sedang duduk di depanmu sewaktu menikmati wedhang ronde ini adalah aku, sebelum aku meminta segenggam gula untuk kunikmati setelah kehangatan wedhang ronde mengalir ke suluruh tubuh. Begitupun denganku, aku tidak akan pernah tahu itu kamu sebelum kamu menyapaku pelan.
Sugar?”
Tidak ada yang mengerti ketika kamu mengucapkan kata itu baik kekasihmu maupun teman-temanku yang duduk disebelahku. Pasti dikira kamu sedang sok-sok an berbahasa inggris melihatku yang sedang asyik menikmati manisnya gula dalam genggaman. Hanya aku yang menoleh pada sumber suara itu.
***
            Aku mengenalmu, bukan sebagai orang yang romantis tapi kamu orang yang tidak bisa ditebak, suka membuat kejutan. Salah satu kejutan terbesar adalah kamu bersama keluargamu datang ke rumah untuk melamarku. Dua tahun lalu.
            Tidak ada yang bisa menyangka bahwa Tuhan adalah Maha pembuat kejutan. Kekasihmu, meninggal dalam sebuah kecelakaan. Aku datang melayat ke rumahnya dan bertemu denganmu kembali. Sejak saat itu kita kembali aktif berkomunikasi hingga akhirnya hari dimana kamu datang dengan keluargamu melamarku.
            Jujur, aku tidak yakin dengan perasaanku pada waktu itu, di awal kamu menyatakan cinta aku hanya mengangguk menerima lamaranmu tanpa tahu pasti bagaimana perasaanku. Tapi kamu selalu meyakinkanku bahwa cinta itu sederhana, manusianya saja yang membuatnya terlalu rumit. Hingga dua tahun kebersamaan kita kamu selalu membuatku bahagia, membuatku menjadi wanita paling beruntung memiliki kamu karena kamu memberikan cintamu dengan sederhana, membahagiakanku dengan sederhana. Kamu juga telah memenuhi janjimu dengan mengajakku melihat tari kecak di Bali waktu kita bulan madu. Dan kini bagiku bahagia itu sederhana, bisa menemanimu di sepanjang sisa usiaku.
            Kamu, bukan seseorang yang romantis tapi kamu adalah orang yang suka memberi kejutan. Ya, pagi ini di hari tepat ulang tahun pernikahan kita aku menerima sebuah kiriman bunga yang indah plus surat yang aku yakin itu tulisan tanganmu.
            Happy 2nd Anniversary buat kita Sugar, aku tidak akan pernah melupakan hari teristimewa kita. I love you, Sugar :*
        P.S : tunggu kejutan lain ketika aku pulang nanti ya J

            Aku menggelengkan kepala “tidak! Aku tidak ingin kejutan lain darimu, aku hanya ingin kamu saat ini…!”
Kartu ucapan indah darimu basah oleh butiran air mataku yang jatuh karena sebuah berita jatuhnya pesawat penerbangan dari Surabaya ke Jakarta bertepatan dengan datangnya bunga ini tadi adalah kejutan darimu yang sama sekali tidak membuatku bahagia.
            Hingga pagi datang kembali, kamu tak kunjung datang kembali….
***

Tidak ada komentar: