Episode #3
"Okelah,
kalau jadi besok malam aku ke rumahmu, kamu tidak ada acara kan?”
Cepat-cepat
Kembang menggelengkan kepalanya. “Tidak ada, aku selalu di rumah sepulang
sekolah, kecuali jika ada belajar kelompok atau seperti hari ini ada makan
siang bersama teman.”
Malam ini angin bertiup sepoi,
udara dingin, seakan sebentar lagi langit akan menumpahkan apa yang sejak tadi
ditahannya. Kembang tidur tengkurap di ranjangnya menulis buku harian sambil
sesekali memandang langit yang kian ramai dengan kilat cahaya. Memandang langit
malam itu membayangkan bagaimana besok malam akan ada Mas Bhima yang datang ke
rumah. Kunjungan laki-laki yang pertama kali buatnya. Kali ini dia bisa sedikit
pamer pada kakaknya. Sungguh malam ini Kembang tidak bisa memejamkan matanya,
bahkan kalau bisa tidak perlu ada malam ini, langsung ada besok malam dimana
Mas Bhima akan duduk manis di rang tamu, bercengkarama dengannya. Membayangkan
hal ini semakin membuat hati Kembang berdesir.
Tepat jam dua pagi Kembang baru
tertidur, mungkin karena kecapekkan membayangkan apa yang terjadi besok. Ya,
hari ini Kembang hanya tidur tiga jam karena jam lima selruh penghuni rumah ini
wajib bangun, setelah melakukan ibadah bersama yang dipimpin oleh Ayahnya,
Kembang memutuskan untuk sedikit menambah jatah tidurnya. Namun, sebelum
Kembang menjatuhkan kepalanya di atas bantal, Ibunya sudah memanggil.
“Kembaaang!! Sini bantu Ibu
menyiapkan bekal untuk Ayah dan Wangi!!??”
“Aduuh, Ibu ini ada-ada saja, kan
masih ada Mbak Yasmin.” Gerutunya. “Iyaaa, sebentar Bu!! Memangnya Mbak Yasmin
tidak ada?” Biasanya Yasmin, kakak kembanglah yang membantu Ibu di dapur,
sementara Kembang meskipun tidak boleh untuk kembali melanjutkan tidur, dia
berkutat dengan buku-buku pelajarannya. Kembang adalah anak yang rajin dan
selalu takut kalau ada buku pelajarannya yang ketinggalan.
“Mbak Yasmin baru saja berangkat,
dia ada piket di kantor!” Sahut Ibunya.
“Ah, ada-ada saja melati satu itu,
hooaaammm…” Kembang dengan berat mata turun dan membantu ibunya di dapur.
“Kamu masih ngantuk ya? Memangnya
semalam tidurnya jam berapa?” Ibu hanya menoleh sekilas menatap wajah putri
keduanya ini, lalu pandangannya kembali ke penggorengan.
“Hoaaamm…. Semalam Kembang tidak
bisa tidur, Bu”
“Kenapa?” Tanya Ibunya kembali
tanpa menoleh.
“Soalnya, “ Kembang buru-buru
menutup mulutya, baru ingat kalu malam ini Mas Bhima akan datang main ke
rumahnya.
“Soalnya kenapa?”
“Ehh, tidak Bu, ya cuma nggak bisa
tidur saja. Oh iya, Ibu nanti ke pasar? Kembang boleh minta tolong nggak Bu,
tolong belikan beberapa camilan soalnya nanti malam ada teman Kembang yang main
ke rumah. Bisa ya Bu?”
“Memangnya siapa yang datang?
Tumben Gendhis main malam-malam?” dikiranya teman Kembang yang datang nanti
malam adalah Gendhis, sahabat Kembang.
Kembang memindahkan ikan yang tadi
telah ditiriskan ke atas piring. “Bukan Gendhis, lagian mana boleh Gendhis
keluar malam-malam? Dia kan anak perempuan satu-satunya, Bu. Nanti yang datang
teman baruku, namanya Bhima, oh iya Ibu kenal tidak sama orang yang tianggal di
Blok sebelah? Yang rumahnya warna abu-abu dan ada pohon mangganya di depannya?”
“Pak Ramlan? Memangnya kenapa?”
“Pak Ramlan itu punya anak
laki-laki yang kuliah di Jogja nggak Bu?”
Ibu mengangguk, kali ini dia sedang
mencicipi sayur sop andalannya.
“Nah, yang mau datang nanti malam
adalah Bhima, anak Pak Ramlan. Kembang baru kenal kemarin lusa, soalnya Kembang
pernah nggak sengaja nabrak dia.”
“Oooh, jangan-jangan kamu semalam
nggak bisa tidur karena nggak sabar nunggu malam ini ya? Anak Ibu sedang jatuh
cinta rupanya.”
Kembang meringis, itulah Ibunya
selalu menyenangkan, Ibu Kembang seperti sahabat sendiri.
“Siapa yang mikirin anak itu?”
“Ah, sudah siap” Ibunya telah selesai
menyiapkan sarapan pagi. “Ibu pernah ketemu sama anak Pak Ramlan, dia ganteng,
baik hati pula.”
“Idih, Ibu apaan sih!”
Obrolan
pagi itu bersama Ibunya semakin membuat Kembang tidak sabar menanti malam tiba.
Di sekolah pun Kembang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik, pikirannya
melayang membayangkan jam berapa kira-kira Mas Bhima akan datang, baju apa yang
akan dikenakannya, parfum Mbak Yasmin yang mana yang akan dipakainya, topik apa
yang akan dibahas nanti malam. Aah,
kenapa siang ini berjalan lamban sekali?.
Bel
pulang yang dinantikan akhirnya berdering juga. Buru-buru Kembang mengambil
sepedanya, hingga dia tidak mendengar Gendhis memanggilnya berulang kali. Tak
lupa Kembang membeli dua bungkus kembang gula untuk tambahan camilan nanti
malam.
“Biarpun
makan kembang gula ini tidak menambah kadar kemanisanku, tidak peduli yang
penting berkat kembang gula ini aku bisa berkenalan dengan Mas Bhima.” Ujarnya
lirih.
Dalam
perjalanan pulang, Kembang celingukkan di depan gang rumag Bhima. Barangkali dia
akan kembali bertemu. Tapi setelah hampir satu jam menunggu Kembang menyerah
juga, toh nanti malam Bhima akan main ke rumahnya.
Malam
yang dinantikan sejak sehari sebelumnya akhirnya datang juga. Dengan
menggunakan baju yang menurutnya tidak terlalu berlebihan hanya sekadar
menyambut teman di rumah Kembang menambah tingkat percaya dirinya dengan
menggunakan parfum Yasmin. Mumpung Yasmin belum pulang dia memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya mematut diri di meja rias Yasmin.
“Udah,
ah cukup nanti kalau bedaknya terlalu tebal jangan-jangan Mas Bhima malah ilfeel.” Kepalanya diputar ke kanan ke
kiri meyakinkan tidak ada yang berlebihan malam itu. Wajah Kembang tanpa ulasan
make up terlihat cantik alami dengan sapuan tipis bedak Yasmin.
Bel
berdering. Dengan perasaan berdebar-debar, Kembang berjalan menuju pintu. Aduh kok jadi deg-degan gini ya?. Kembang
semakin mendekati pintu. Dalam benak Kembang dibalik pintu itu terdapat seorang
pangeran berkuda putih. Jatuh cinta untuk yang pertama kalinya bagi Kembang di
usianya yang ke delapan belas tahun.
Pintu
di buka.
“Selamat malam,
Kembang. Aku tidak datang terlalu malam kan?”
==bersambung==
Tidak ada komentar:
Posting Komentar