Selasa, 29 Desember 2015

novel PULANG - Tere Liye

Cover Novel PULANG

Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
400 halaman
Penerbit : Republika
Cetakan I : September 2015

Membaca judul novel ini, yaitu PULANG terbayang di benak bahwa cerita yang akan tersaji di dalamnya adalah sudah pasti tentang pulangnya seseorang dari suatu perantauan yang panjang lebih dari selaruh usianya dengan latar belakang sebuah pedesaan dan kedua orang tua yang memanti kepulangan anaknya.

Ya, memang benar novel Pulang ini menceritakan tentang perantauan seseorang, namun bukan sekadar perantauan biasa yang hanya keluar dari desa tempat tinggal sebelumnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di sebuah kota. Tidak, novel ini memiliki cerita yang sangat berbeda tentang definisi pulang yang bahkan tidak terlintas di benak.

 Pulang disini menceritakan tentang seorang bujang yang direkrut dari sebuah desa di pedalamn Sumatra di usia yang masih remaja untuk menjadi anak angkat oleh seorang pemimpin kelompok shadow economy bernama keluarga Tong. Alur maju mundur tidak membuat bingung pembaca karena alur berjalan dengan sangat halus. Cerita saling berkaitan antara tokoh satu dengan yang lain, bahkan satu tokoh yang tidak disangka sangka akan menjadi seorang yang sangat penting di pertengahan cerita ketika sudah memasuki klimaks ceritanya.

Menurut saya, novel ini lebih ke genre action, semua digambarkan sangat detail di setiap adegan adegannya, tentang peperangan, baku tempak, kecerdikan  menyusun suatu rencana peperangan dalam perebutan suatu kekuasaan di dunia hitam. Darah, pembunuhan karena pengkhianatan tak luput dari deskripsi yang apik hingga seolah olah saya sedang menonton film action holywood dibintangi oleh aktor aktor keren. Senjata yang diceritakan disini tidak hanya menggunakan peralatan perang yang canggih seperti pistol, granat, tapi juga terdapat pedang samurai, shuriken atau bintang ninja, dan pedang.

Yang menarik dari novel ini adalah ciri khas Tere Liye (menurut saya setelah membaca beberapa bukunya) yang selalu menyelipkan kalimat kalimat bijak penuh makna. Dari setiap peristiwa yang dialami tokoh utama selalu dikaitkan dengan pelajaran pelajaran hidup yang membuat saya berfikir "Oh.. iya ya" 
Pun demikian, meskipun novel ini menceritakan tentang dunia gelap si tokoh utama tak lupa juga diselipkan cerita akan pentingnya suatu pendidikan. Bila perlu kejarlah ilmu setinggi langit, menyebrangi benua, ilmu pengetahuan itu sangatlah penting. Itulah yang dilakukan oleh Bujang, tokoh utama.

Novel Pulang ini menceritakan tentang makna dari pulang dalam arti yang luas  penuh perjuangan dan pembelajaran.

"Sungguh, sajauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang"

- kutipan dari kata hati Bujang, di novel PULANG -

Jumat, 25 Desember 2015

One Day Escape - Part 3

Save the best for the last. Kalo kata orang-orang sih begitu dan syukurlah masih ada waktu (aslinya sih masih inget) di tengah libur panjang ini akhirnya bisa melanjutkan nulis part terakhir dari perjalanan sehari di Madura. Oke, mari lanjut.

Di part pertama dan kedua sudah dibahas tentang kerennya tebing kapur Arosbaya, lucunya berkejaran dengan monyet-monyet kecil di hutan Nepa, dan bagaimana menikmati panas terik di pantai Nepa yang bisa bikin kulit coklat ini semakin eksotis, hehehe :D

Well, setelah dari hutan dan pantai Nepa kami sebenarnya ingin melanjutkan perjalanan ke air terjun Toroan yang kata Eva sangat cantik dan masih alami, yaa memang sih kita pengen pemandangan yang hijau dan menyegarkan untuk menikmati senja sekalian menutup perjalanan kami di Madura. Tapi, berdasarkan usulan dari seorang bapak-bapa yang mai temui ketika kami sedang membeli minuman katanya ada sebuah waduk yang tak kalah cantik pemandangannya dengan air terjun dan letaknya sangat dekat dengan pantai ini. Hmm... okelah dengan saran dari bapak tersebut kami lanjut ke waduk itu.

Perjalanan ke waduk ternyata memang tidak terlalu jauh, keluar dari pantai dan menuju jalan raya kita belok kanan tidak begitu jauh terdapat petunjuk menuju ke waduk. Jalannya kecil dan cukup berliku, ada bukit sebelum waduk itu. Menjelang tiba di waduk ada sebuah pos penjagaan (yang tidak begitu resmi) dan harus bayar parkir sebesar Rp 10.000,-. Mengingat apa kata bapak-bapak tadi yang katanya waduknya bagus dalam hati saya menyesal karena batere handphone yang notabene sebagai sumber utama dalam mengabadikan momen habis sejak keluar dari pantai tadi, Aduh!! :( tapi untungnya masih ada kamera Eva, didit, Erwa, Febri, dan Ilmi dan beberapa foto disini hasil dari jepretan mereka. Terima kasih banyak :*

penampakan Waduk berpagar merah


Berpose dulu



Waduk ini dikelilingi tebing-tebing bebatuan. Suasana di siang hari sangat sepi,  hanya ada beberapa orang yang datang dengan menggunakan motor. Saat menengok ke dalam waduk juga tidak air setetes pun, hehe hanya pagar bercat merah yang tampak menarik, yang pada akhirnya kita memanfaatkan untuk foto-foto lumayaan daripada tidak ada dokumentasi sama sekali 😄

Wefie
Cukup lama kami mangambil beberapa foto disini, namun yang paling favorit adalah pose Didit kami sebut gaya Thor 2016 👏


Thor 2016

Thor with Jane :D

Hari sudah menjelang sore, kami memutuskan untuk lanjut ke destinasi terakhir yaitu air terjun Toroan agar bisa menikmati senja.
Perjalanan sore yang menenangkan, karena kami semua sudah cukup lelah setelah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Berharap di tujuan terakhir bisa memberikan kesegaran sambil menikmati jingga di ufuk barat.

Air Terjun Toroan

Hwaaaa... air terjunnya cantik banget *-* jaraknya tidak begitu jauh dari tempat parkir kendaraan yang berada tepi jalan raya. Medannya jg tidak terlalu susah karena hanya melewati bebatuan tapi harus tetap hati-hati karena bebatuan tersebut cukup licin.

ladies


Jingga

Ketika Senja kami mulai beranjak

Suasana sore yang cerah membuat kami terbuai dengan angin sepoi, duduk di atas bebatuan menikmati indahnya suara gemericik air terjun, rasanya mendamaikan hati dan pikiran. Lelah seharian terbayar dengan indahnya jingga sore itu.

Berikut saya perkenalkan agen dalam perjalanan 25 Oktober 2015 kali ini.

-Erwa-

-Didit-
-Ilmi-
-Eva-
-Febriana-

-saya sendiri :)

Inilah secuil cerita dari pulau seberang. Terima kasih kepada teman-teman >> Ilmi, Erwa, Eva, Didit, Febriana yang telah mengajak saya mengunjungi tempat di Madura yang tidak terduga. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya. Bye :D





Kamis, 24 Desember 2015

Di Penghujung Desember

Penghujung Desember sebantar lagi datang yang artinya tahun di kalender ini akan segera berakhir. Hujan di bulan Desember pun semakin kerap menghampiri, tidak ada pelangi, hanya mendung yang tiap sore datang sehingga senja malu untuk menampakkan semburat jingganya di ufuk barat.

Sore ini, Kirana duduk termangu di tepian danau yang tak jauh dari rumahnya. Menatap senja tanpa cahaya, pikirannya melayang pada seseorang yang pernah selama dua tahun ini bersamanya, bukan karena ada hubungan khusus diantara mereka berdua, hanya sekadar sahabat. tapi, Kirana tahu kedekatan selama dua tahun ini mulai menumbuhkan rasa yang lebih dari rasa persahabatan belaka.

***

Ardhana, sahabat yang selama dua tahun ini ada bersama suka dan duka Kirana telah membuatnya menyadari bahwa rasa yang dimilikinya kepada Ardhana bukan lagi rasa sayang kepada sahabat tapi rasa kepada seeorang perempuan kepada laki-laki. Kirana juga yakin bahwa Ardhana tentu paham tentang hal itu, karena usia mereka sudah bukan remaja lagi.

Kirana mengerti bahwa Ardhana adalah pemuda yang baik hati, tidak banyak tingkahnya, dan tentunya dia sangat menjujung tinggi kekaguman pada seorang perempuan. itulah yang membuat dua tahun kebersamaannya dengan Ardhana semakin membuatnya merasa nyaman. Namun, perasaan tidak dapat dipaksa, setahun lalu ketika Kirana mengungkapkan kekaguman yang melebihi dari sekadar sahabat kepada Ardhana, dengan halus ditolaknya perasaan Kirana kepada dirinya. 

"Akan ada banyak cerita jika kita tetap seperti ini, Kiran" Ujar Ardhana yang langsung disambut dengan gelengan Kirana.

"Justru kamu salah, dengan hanya seperti ini cerita kita tidak akan berkembang banyak, bahkan bisa saja berhenti sampai di sini karena apa? karena pada akhirnya kamu dan aku masing-masing akan memiliki cerita berbeda dengan kehidupan kita!" Kirana dengan lembut meyakinkan pada Ardhana. Entah apa yang membuat Kirana berani menyatakan perasaannya kepada Ardhana, Kirana telah yakin bahwa laki-laki di depannya ini adalah yang terbaik.

"Memang cerita kita akan lebih panjang tapi aku tidak akan masuk pada cerita kehidupanmu karena pada akhirnya aku sebagai penonton yang hanya bisa melihat cerita kehidupanmu bersama yang lain, begitu juga kamu nantinya di cerita kehidupanku." Lanjutnya.

Ardhana menatap Kirana, "aku tahu jika nanti kita bersama cerita kita akan lebih indah karena masing-masing kita akan menjadi bagian penting dalam cerita kehidupan kita, tapi aku takut Kiran, aku takut jika nanti kamu bersamaku aku tidak bisa mewujudkan cerita indah itu, tidak bisa mewujudkan kebahagiaan apa yang kamu mimpikan. Maafkan aku!"

Kirana menyerah untuk meyakinkan perasaannya kepada Ardhana, karena Kirana yakin jika Ardhana sudah mengatakan maaf, itu berarti seorang Ardhana sudah tidak mampu lagi, sudah pada titik akhir.

"Jangan khawatir Kiran, sampai kapanpun aku akan menjadi sahabat terbaikmu!"

Ardhana tidak sadar bahwa perasaan itu bisa berubah secepat apa yang diingikan oleh yang Maha pembolak-balik hati. Apa yang dikatakan di pertemuan terakhir mereka itu tidak akan pernah terjadi karena lamanya kehadiran seseorang tidak menjamin sebuah perasaan yang sama dan abadi.

***
Kirana beranjak dari duduknya, lamunan akan masa-masa bersama Ardhana telah usai. Kirana berjalan memasuki rumahnya ketika gerimis mulai berjatuhan dari langit yang sedari tadi menahan dengan semakin gelapnya mendung sore ini.

"Kiran!" seseorang memanggilnya. Suara yang sangat dia kenal. Kirana menoleh, tampak seseorang berpayung merah datang menghampirinya. Kirana menyipitkan matanya mencoba mengenali seseorang dengan postur tubuh yang sangat dikenalnya. Ardhana.

"Apa kabar?" Ardhana mendekati Kirana berbagi payung dengannya karena hujan sudah benar-benar turun. 

Kirana tidak menjawab, dia menatap lekat wajah seseorang yang dulu sangat menenangkan baginya. Masih sama tidak berubah meskipun sejak kejadian itu selama enam bulan ini mereka tidak saling mengontak.

"Maafkan aku..." Ardhana kembali membuka suara setelah menyadari Kirana tidak membalas pertanyaannya. "Aku tidak tenang setelah kejadian itu, awalnya kukira rasa gundah hanya karena perasaan bersalah setelah menolak permintaanmu tapi beberapa bulan ini aku sadar bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu Kiran, aku...."

"Maaf Ardhan" Kirana memotong perkataan Ardhana.

"Apa aku terlambat?" Jantung Ardhana berdebar begitu cepat. "Kenapa secepat ini kamu bisa melupakan aku? melupakan kenangan kita bersama selama dua tahun hanya dalam waktu enam bulan?" Mendadak pegangan payung ditangan Ardhana melemah. Payung itu lepas dari genggamannya. "Kiran, maafkan aku, aku akan melakukan apa saja agar kamu bisa memaafkanku, aku mohon" Kirana tahu Ardhana mulai mintikkan air mata meskipun tersamarkan dengan derasnya air hujan yang menerpa mereka berdua.

"Sebentar atau lama itu hanya masalah waktu dan perasaan bisa berubah seiring berjalannya waktu. Bahkan aku yang memiliki hati ini pun tidak berhak karena masih ada Sang Pemilik Hati yang bisa membolak-balikkan hati kapanpun Dia menghendakinya." Kiran berkata lembut hampir saja tidak terdengar karena hujan di tanggal menjelang Desember ini turun semakin derasnya.

"Kiran..... kenapa kamu bisa melakukan ini?"

"Kamu hadir dengan waktu yang cukup lama dalam hidupku, memberikan warna dan cerita tersendiri buatku, tapi itu tidak menjamin kamu akan tetap abadi dalam hatiku. Kamu tetap sahabatku seperti apa yang kamu katakan padaku waktu itu." Kirana tak kuasa menahan air mata.

"Jika kamu bertanya kenapa aku bisa melakukan ini akupun tidak tahu apa jawabannya, mungkin karena itu tadi, masih ada Sang Pemilik hati ini. Semua bisa berubah. Maafkan aku Ardhan"

Kita bisa meyakini bahwa hati kita tidak akan berubah, namun tidak ada yang bisa menjamin itu. Setiap yang datang di kehidupan kita pasti memiliki cerita dan warna tersendiri, Bahkan terkadang tidak harus dalam waktu yang lama seseorang bisa lebih memberi warna di kehidupan kita. Mereka berdua terdiam, berdiri mematung entah apa yang berada di pikiran mereka masing-masing. Seseorang laki-laki keluar dari rumah Kirana membawa payung.

"Sayang, ayo masuk!" Laki-laki itu memayungi Kirana dan menggandeng tangannya. "Loh, ada tamu kok nggak disuruh masuk? mari Mas masuk dulu" Laki-laki itu dengan ramah meminta Ardhana masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih, tapi tidak perlu, saya tadi hanya tanya alamat sama Mbak ini. Saya permisi dulu"

****