“Hai, Kembang. Aku tidak datang terlalu malam
kan?”
Kembang membukakan pintu. ‘Ya Tuhan, Engkau tidak salah kan telah
mengirimkan malaikatMu ke rumahku?.’
“Si..
silahkan masuk Mas Bhima.” Jantung Kembang berdegup semakin kencang.
“Benar
nih aku tidak mengganggu kamu?”
Kembang
menggeleng. Bhima tersenyum.
“Syukurlah
kalau tidak mengganggu.”
“Eh,
sebentar aku ambilkan minum dulu, Mas Bhima mau minum apa?”
“Terserah
kamu saja Kembang.”
“Tunggu
sebentar ya Mas?”
Kembang
buru-buru masuk hingga tidak sengaja dia menabrak Yasmin yang juga akan ke
dapur. Yasmin sewot, sementara Kembang berlalu tanpa menghiraukan kakaknya
tersebut. Kembang menuangkan jus stroberi ke dalam dua gelas. Jus stroberi ini
telah dia persiapkan sejak sore tadi. Berulang-ulang dia cicipi agar manisnya
pas, tidak berlebihan atau kekurangan. Lalu dia beralih ke meja makan, disana
telah dipersiapkan camilan dalam dua setoples yang berbeda, serta tidak
ketinggalan dua buah kembang gula yang dia beli sepulang sekolah tadi. Semua
sajian itu dia letakkan di atas nampan yang cukup besar, sehingga semua bisa
diangkut sekali jalan.
“Memangnya
siapa yang datang sih? Pacar kamu? Kok aku lihat dari tadi kamu ribut
menyiapkan ini itu.” celetuk Yasmin.
“Ada
deeh!” Kembang sedikit kesusahan membawa nampan tersebut.
Yasmin
nyengir, lalu tiba-tiba hidungnya mengendus sesuatu yang tidak beres.
Sepertinya dia kenal bau wangi itu.
“Eh
tunggu-tunggu! Kamu pakai parfum kakak ya?”
Kembang
menghentikan langkahnya lalu berbalik, “sst.. jangan keras-keras, lagiapula aku
cuma pakai sedikit kok, hehe”
“Dasar,
mau pacaran tapi nggak modal!”
“Aduh,
dengar yaa kakakku yang paling cantik yang bentar lagi mau merit, tolong adikmu
ini ya? Lagian kalo parfum ini bisa buat cowok di ruang tamu itu jadi pacar
aku, aku akan mengabulkan apa saja yang kakak minta, oke?”
“Iya,
iya, tapi parfumku itu bukan wewangian dari dukun yang bisa menjamin cowok di
depan itu jadi pacar kamu loh ya? Kalau tidak bisa jadi pacarnya yaa, maaf
parfumku tidak membantu deh! Hahaha…”
Giliran
Kembang yang nyengir, lalu buru-buru kembali ke ruang tamu.
“Maaf
ya Mas lama.”
“Eh,
nggak apa-apa kok.”
“Ini
ada sedikit camilan dan kembang gula yang khusus aku beli buat Mas Bhima loh?!”
Bhima
terkejut, tidak menyangka Kembang akan menyajikan kembang gulanya. Lalu dia
tertawa ringan.
“Kembang,
Kembang, ternyata kamu memang penggemar jajanan ini ya?”
Kembang
mengangguk. “Mas Bhima nggak pernah nyoba?”
“Pernah
sih,tapi dulu waktu masih SD.”
Kembang
ber-O ria. Dalam hati sebenarnya dia bingung, mau diajak ngobrol masalah apa
lelaki tampan didepannya ini. Takut-takut nanti bahasan tidak seru dan suasana
jadi garing.
“Diminum
Mas!?”
Bhima
mengambil segelas jus stroberi dan meminumnya sedikit. Lalu dia menoleh
sekeliling. “Kamu lagi sendirian di rumah? Kok sepi?”
“Ah,
tidak ada kakakku di rumah kalau ayah, ibu, sama adik lagi keluar. Si adik
minta dibelikan tas baru.”
Ganti
Bhima yang ber-hmm ria. “Oh iya, aku boleh makan kembang gula ini? Rasanya
rindu masa kecil ketika pertama kali melihatmu membawa kembang gula ini waktu
itu.”
Tuh kan akhirnya kepingin juga. Batin
Kembang, “tentu boleh dong.”
Bhima
membuka bungkus plastik kembang gula. Perlahan dia keluarkan kembang gula
berwarna merah muda itu, lalu ditatapnya sejenak sebelum mulai mengambil
sedikit ujungnya. Kembang gula yang berbahan dasar dari gula memang rasanya
sangat manis. Jika sudah menyentuh lidah maka hanya dalam hitungan detik kembang
gula akan meleleh dengan sendirinya. Kembang gula sangat mudak menyusut
ukurannya jika terkena angin, karena itu diperlukan plasktik besar untuk
membungkus kembang gula tersebut.
Bhima
seakan kembali ke masa-masa SD, bayangan tentang masa kecilnya ketika dia bisa
sesuka hati membeli jajanan tanpa harus memikirkan apakah jajanan tersebut
benar-benar bersih atau aman untuk dikonsumsi. Yang penting jajanan itu manis
dan lucu bentuknya.
“Mas
Bhima, kalau makan kembang gula itu jangan terlalu lama, nanti kembang gulanya
keburu habis dimakan angin. Mending makan gulanya kayak gini.” Kembang mempraktekkan
cara menikmati kebang gula, yaitu dengan mengambil segenggam lalu meremasnya
hingga membentuk sebuah bulatan kecil yang mengeras, lalu dimasukkan ke dalam
mulut dan biarkan bulatan itu melumer dengan sendirinya. Karena bulatan itu
keras, seakan-akan seperti sedang makan permen.
“Kalau
diremas-remas gitu kan jadinya keras?!”
Kembang
mengangguk, “tapi nanti seperti makan permen, melumernya lebih berasa manisnya.”
Bhima
tertawa, kali ini lebih lepas. “Kamu ada-ada saja Kembang, makan kembang gula
saja pake ada triknya segala.” Bhima lalu mempraktekkan cara yang disarankan
Kembang.
Kembang
tersenyum melihat Bhima tertawa lepas, baginya Bhima itu laki-laki paling
sempurna. Meskipun usia Bhima bukan remaja lagi tapi dia tidak ragu untuk
berteman dengan anak sepertinya yang notabene masih bersifat seperti anak kecil
walau usianya sudah delapan belas tahun. Dia memang tidak berharap banyak, bisa
dekat dan menjadi teman seperti saat ini pun sudah cukup baginya, lagipula
tidak mungkin Bhima mau menjadi pacarnya. Bhima sudah cukup dewasa dan pastinya
dia lebih memilih perempuan yang bersifat dewasa pula, bukan yang masih suka
kembang gula seperti dirinya.
Hari-hari
berikutnya hati Kembang semakin tidak keruan. Entah perasaan apa yang tengah
dirasakannya saat ini, apakah dia terlalu percaya diri dengan menganggap Bhima
menyukai dirinya ataukah Bhima hanya menganggapnya sebagai adiknya saja. Kedatangan
Bhima yang pertama kali ke rumahnya merupaka kunjunga laki-laki pertama pula
seumur hidup Kembang. Dia belum pernah sekalipun pacaran disaat teman-teman
perempuannya sibuk bercerita tentang pacarnya masing-masing.
Banyak
hal yang belum diketahui Kembang termasuk kedatangan Bhima ke rumahnya pada
malam itu bukanlah kedatangan terakhir Bhima.
==bersambung==
Tidak ada komentar:
Posting Komentar