Episode #8
Hari ujian seleksi.
Jam beker doraemon di meja belajar
Kembang sudah menunjukkan pukul enam pas. Si Empunya sudah bersiap di depan
cermin sejak lima belas menit yang lalu. Dia terus memandang cermin. Sambil
komat-kamit dia terus berdoa. Menatap refleksi wajahnya sendiri.
“Ya Tuhan, semoga hari ini semua
berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.” salah satu kebiasaan
Kembang yaitu selalu berdoa di depan cermin, setiap hari bahkan sebelum
berangkat ke sekolah. Padahal pagi harinya dia sudah memanjatkan doa yang sama
pada saat menjalankan ibadahnya.
“Satu lagi, semoga setelah dua hari
ke depan aku bisa segera bertemu Mas Bhima.” doa ini selalu ada dalam setiap
ibadahnya. Rindu itu sudah memuncak, Kembang benar-benar sedang jatuh cinta pada
Bhima.
Pukul enam lewat sepuluh menit.
Kembang beranjak dari kursinya yang telah didudukinya sejak tadi. Mengambil tas
lalu turun kebawah berpamitan pada kedua orang tuanya.
“Ayah, Bu, Kembang berangkat dulu,
doakan ya?” Tak lupa Kembang mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
“Apa Ayah antar sampai tempat
ujian?”
Kembang menggeleng, “tidak usah Yah,
tempatnya tidak terlalu jauh dari sekolah kok, Kembang bawa sepeda saja.”
“Benar nih?”
“Iya, ya udah Kembang berangkat
dulu. Assalamualaikum!”
***
Di sebuah rumah beberapa blok dari
rumah Kembang tampak keributan kecil di dalamnya. Kembang sempat menatap lama
ketika akan berangkat tadi, namun Kembang tidak menyadari apa yang sedang
terjadi di dalam rumah itu.
Bukan keributan yang terjadi. Tapi rasa
panik dari seorang Ayah ketika melihat anak laki-lakinya sedang tidak sadarkan
diri. Ayah tersebut berlari keluar rumah, tidak ada taksi yang lewat lalu
kembali masuk ke dalam rumah. Anak laki-lakinya tidak sadarkan diri,
digoncang-goncangkan pelan tubuhnya juga tidak memberikan respon. Akhirnya sang
Ayah memutuskan untuk menelepon ambulan rumah sakit terdekat.
***
Hari pertama ujian dilalui Kembang
dengan mudah. Tinggal satu hari lagi, hingga Kembang dapat kembali menemui
Bhima. Sepanjang hari itu Kembang tidak pernah absen melihat layar ponselnya,
barangkali ada sms masuk dari Bhima. Kembang tidak mengharapkan lebih, cukup
satu kalimat penyemangat untuknya. Namun ternyata hingga malam tiba tidak satu
pesan pun dari Bhima yang dia terima.
Di dalam kamar, di sela-sela
belajarnya Kembang memandangi jam beker doraemon pemberian Bhima. Tiba-tiba
Kembang merasa ada sesuatu yang tidak pas di hatinya. Apa mungkin selama ini
hanya perasaannya saja yang menganggap Bhima juga menyukainya? Apa mungkin
Bhima hanya menganggapnya sebagai teman yang hanya lewat, artinya hanya sebuah
pertemanan singkat biasa? Kembang menutup mukanya dengan kedua tangan.
“Aaah..... bodoh! Bodoh! Kenapa bisa
aku memberinya perasaan lebih?”
Kembali
dia menatap wajah doraemon itu, mengelus-elusnya bak wajah Bhima.
“Mas
Bhima, besok ujian terakhir. Meskipun kamu tidak pernah mengirim ucapan
semangat padaku tapi entah kenapa perasaanku berkata bahwa kamu peduli sama
aku. Meskipun aku tidak tahu kamu menganggap aku sebagai apa, tapi aku berharap
pertemuan kita selama ini akan tetap membekas dalam benakmu.” Kembang bicara pada
wajah doraemon yang kini telah berada dalam dekapannya mungkin juga akan
terbawa sampai mimpi.
***
Di
depan ruang ICU di sebuah rumah sakit tampak seorang ayah mondar-mandir. Bibirnya
tak henti-hentinya melafalkan apa saja yang sekiranya bisa membantu meringankan
sakit yang sedang diderita anak laki-lakinya. Satu-satunya yang dimiliki di
dunia ini.
***
==bersambung==
Tidak ada komentar:
Posting Komentar