Mungkin jantung ini sudah cukup lama tidak
berdebar sekencang ini. Debaran yang sama saat pertama kali mendengar ucapan
sayang dari seseorang yang sudah lama mendiami lubuk hati.
Ya, bisa dikatakan aku jatuh cinta padanya. Jatuh
cinta seutuhnya. Perempuan itu tidak sempurna, tapi aku menyukai
ketidaksempunaannya itu. Dia, yang awalnya tidak bisa memasak sedikitpun, demi
aku rela bangun pagi dan membuatkanku bekal untuk kubawa ke kantor. Padahal aku
tidak pernah memintanya. Mulai dari sandwich
yang mudah hingga kue cokelat favoritku. Dia berhasil membuatnya. Aku semakin
menyukainya.
Kami selalu menghabiskan akhir pekan bersama di
sebuah kedai cokelat langganan kami. Dia dengan cokelat hangat dan croissant gurihnya, sementara aku dengan
kue coklat dan segelas lemon tea. Aku
sangat berbahagia dengannya seolah-olah tidak ada yang lebih membuatku bahagia
selain dengannya.
Namun, apa yang kita inginkan kadang tidak sesuai
dengan kenyataan. Ketika kenyataan tersebut tidak sesuai harapan, ada yang
bilang jika kenyataan yang kita terima itu lebih baik dari apa yang kita inginkan.
Apa benar? Aku rasa tidak. Karena apa yang dikatakan semua itu hanyalah untuk
menghibur diri sendiri saja saat kita tidak benar-benar menerima kenyataan itu.
Hanya sebuah alasan lain untuk kita agar menerima, ah bukan, tapi agar kita terpaksa
menerima apa yang telah ditakdirkan.
Dia, perempuan itu pergi bersama seseorang yang
lain di saat aku telah mempersiapkan cincin untuk melamarnya. Jangan ditanya
bagaimana sakitnya hati, remuknya perasaan ini. Aku yakin siapapun yang pernah
mengalaminya pasti memahami apa yang sedang aku alami.
Dua tahun berlalu...
Kini debaran itu kembali aku rasakan saat
menerima sepucuk surat yang diletakkan di atas sebuah kotak hadiah.
Untuk Alei,
Maaf. Mungkin aku sudah tidak pantas lagi untuk mengabarkan keadaanku
kepadamu setelah apa yang aku lakukan dua tahun lalu. Aku sangat menyesal telah
meninggalkanmu untuk seseorang yang lain. Laki-laki itu adalah Riang, laki-laki
yang dulu pernah bersamaku jauh sebelum bertemu denganmu. Dulu Riang pergi
meniggalkanku untuk dinas di luar pulau, awalnya kami sangat baik dalam
menjalani hubungan jarak jauh ini. Tapi lama-lama hubungan seperti itu tidak
pas buatku, dimana aku menginginkan seseorang yang ada di sampingku dan selalu
membuatku nyaman selama berada di sisinya, yaitu kamu, bukan hanya melalui
telepon seperti Riang.
Riang tiba-tiba datang ke rumah, memenuhi janjinya yang dulu. Di sini
aku merasa menjadi orang paling jahat bagi kalian berdua. Sungguh, kasih
sayangku kepadamu itu tulus, Alei. Saat itu aku tidak bisa memutuskan apa-apa,
maaf aku sempat terlena dengan Riang yang ternyata tidak pernah mengingkari
janjinya. Tapi.... hati ini ternyata sudah memilihmu.
Mungkin kamu bertanya mengapa begitu lama surat ini baru sampai di
tanganmu. Ya, karena selama dua tahun ini aku berada di luar negeri,
menenangkan hati dan pikiran. Aku sudah memutuskan hubungan baik-baik dengan
Riang, karena aku yakin dia pasti akan mendapat perempuan yang lebih baik
dariku. Tapi saat aku ingin menyampaikan hal yang sama padamu aku tak sanggup
membayangkan kamu bergandengan tangan dengan perempuan lain selain aku, memakan
sarapan yang dibuatkan oleh tangan yang bukan tanganku, duduk menikmati kue
cokelat bukan denganku. Entahlah rasanya berat sekali untuk melepasmu. Sekali
lagi maafkan aku Alei untuk keegoisanku ini.
Besok aku kembali ke Indonesia. Aku tahu ini keterlaluan, tapi apakah
kamu mau menjemputku di bandara? Aku tunggu jam 3 sore. Aku tidak memaksa jika
kamu tidak mau datang. Maafkan aku.
Salam,
Kinara.
Jantung ini berdegub kian kencang saat aku
menatap tulisan tangan perempuan yang sampai detik ini masih memenuhi seluruh
hatiku. Sakit hati ini entah kenapa tiba-tiba luruh.
***
“Kenapa kamu masih tetap baik seperti dulu,
Alei? Padahal apa yang aku lakukan terhadapmu sungguh jahat.”
Lesung pipi itu masih dalam seperti dulu. Mata
itu masih berbinar. Segala apa yang ada dalam kehidupan perempuan di sampingku
ini aku sangat mengaguminya.
“Kamu ingin tahu kenapa aku masih tetap baik?
Karena aku selalu berharap kamu akan kembali padaku suatu saat nanti, jadi aku
harus tetap baik seperti dulu saat kamu bersamaku. Aku tidak akan pernah
berubah menjadi jahat. Walaupun pada akhirnya kamu tidak bersamaku”
Aku menggengam tangannya. “Cause all of me, loves all of you.”
****
P.S : tulisan ini dibuat untuk mengikuti sayembara
dari Dapur Cokelat bersama Storial di bulan Februari lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar