Pagi sudah hampir beranjak, tugas matahari pagi untuk memberikan kehangatan
akan segera berakhir. Pun dengan beberapa orang yang duduk menikmati hangatnya
sinar matahari mulai membereskan tikar, kotak sarapan mereka, karena panas
sudah mulai menyapa. Para orang tua beranjak, tapi tidak dengan anak-anak kecil
yang semakin siang semakin bersemangat untuk datang ke taman ini.
Kota kecil ini hanya memiliki satu taman yang terdapat di sebelah barat
batas kota. Taman itu tidak besar, tapi cukup menyenangkan untuk didatangi di
tiap akhir pekan bersama keluarga ataupun pasangan untuk sekadar mencari
hangatnya pagi, atau piknik ringan dengan membawa beberapa bekal dari rumah
untuk dimakan di sini sambil menunggu anak-anak bermain.
Taman ini ada sejak kota ini mulai dibangun, selalu ada perbaikan,
penambahan, atau pengurangan oleh Dinas Taman Kota agar semakin cantik. Namun,
dari semua perbaikan tersebut ada satu hal yang tidak pernah terusik dari awal
yaitu pagupon burung merpati yang terdapat di atas pohon yang letakknya tepat
di tengah taman. Entah kenapa setiap melihat pagupon di atas pohon itu seolah
menambah kesan kenyamanan di taman ini. Bahwa ada sebuah rumah pohon kecil yang
bertengger dan memiliki kehidupan di dalamnya.
Siang yang terik. Masih terlihat beberapa anak perempuan kecil di bawah
pohon rindang yang atasnya terdapat pagupon. Panas siang tidak menyurtkan
semangat mereka berlima yang tengah jongkok di bawah pohon memilih dan memilah
biji jagung yang berjatuhan di bawah. Tertawa ada yang bercerita bahwa salah
satu burung di pagupon itu adalah burung merpati milik kakeknya. Burung cantik
yang dulu menjadi kesayangan kakeknya yang kemudian membawa merpati itu kesini
karena kakenya telah meninggal dunia.
"Ih, ini ada kotoran burungnya" Ujar anak berkucir kuda membuang
satu biji jangung karena terkena kotoran merpati yang telah mengering.
"Nggak apa-apa, sudah kering juga kan?" Kata anak berpipi gembul
dan berambut pendek. Telapak tangan kirinya hampir penuh dengan biji jagung.
Tak lama kemudian ada seorang anak laki-laki yang datang dengan membawa satu
keresek hitam. Ngos-ngosan dia menghampiri teman-temannya.
"Engh.... ini
aku bawakan jagung banyak!" serunya bertepatan ada satu merpati yang
turun, terbang melandai mendekat ke salah satu anak yang ditangannya ada
segenggam jagung.
"Cepet buka gih!"
Anak laki-laki kecil itu segera membuka plastik yang membungkus biji jagung,
lalu masing-masing dari mereka mengambil satu genggaman.
"Sudah waktunya mereka makan siang" Kata anak perempuan berambut
ikal.
Benar saja setelah mereka menggenggam jagung dan menengadahkan tangan,
delapan ekor merpati mengepakkan sayap, terbang keluar dari paguponnya dan
hinggap ke tangan-tangan kecil, menikmati biji jangung.
Anak-anak itu tertawa riang. Inilah mengapa anak-anak kecil lebih menyukai
datang kesini siang hari. Mereka memberi makan pada kawanan merpati yang
tinggal di pagupon dan berlomba biji jagung dalam genggaman siapa yang habis
lebih cepat.
"Lihatlah, setelah kenyang pasti burung-burung ini akan kembali ke
rumahnya dan tidur siang." celetuk anak berkucir kuda yang diamnini oleh
teman-temannya.
"Mereka akan tidur di rumah yang nyaman itu bersama ayah, ibu, adik,
kakak, kakek, nenek, dan saudara-saudaranya." tambah anak laki-laki.
"Karena memang tidak ada yang lebih nyaman selain tinggal dan menikmati
angin yang bertiup sepoi-sepoi dan tidur nyenyak selain di rumah, seperti kita,
burung-burung ini pasti akan hidup dengan bahagia dengan keluarganya."
Ucap anak perempuan yang sepertinya paling besar di antara mereka.
Biji jagung dalam genggaman anak-anak telah habis dan burung merpati kembali
masuk kepaguponnya, hanya ada satu tertinggal yang masih mencari sisa-sisa
jagung di bawah, namun tak lama kemudian juga kembali ke dalam rumah pohonnya.
Anak-anak tertawa riang. Setelah membereskan sisa-sisa jagung yang jatuh
mereka beranjak pulang. Bahagia bagi mereka tidak rumit, sederhana saja hanya
dari segenggam jagung di tangan mereka dan burung-burung merpati di taman ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar