Kamis, 24 Desember 2015

Di Penghujung Desember

Penghujung Desember sebantar lagi datang yang artinya tahun di kalender ini akan segera berakhir. Hujan di bulan Desember pun semakin kerap menghampiri, tidak ada pelangi, hanya mendung yang tiap sore datang sehingga senja malu untuk menampakkan semburat jingganya di ufuk barat.

Sore ini, Kirana duduk termangu di tepian danau yang tak jauh dari rumahnya. Menatap senja tanpa cahaya, pikirannya melayang pada seseorang yang pernah selama dua tahun ini bersamanya, bukan karena ada hubungan khusus diantara mereka berdua, hanya sekadar sahabat. tapi, Kirana tahu kedekatan selama dua tahun ini mulai menumbuhkan rasa yang lebih dari rasa persahabatan belaka.

***

Ardhana, sahabat yang selama dua tahun ini ada bersama suka dan duka Kirana telah membuatnya menyadari bahwa rasa yang dimilikinya kepada Ardhana bukan lagi rasa sayang kepada sahabat tapi rasa kepada seeorang perempuan kepada laki-laki. Kirana juga yakin bahwa Ardhana tentu paham tentang hal itu, karena usia mereka sudah bukan remaja lagi.

Kirana mengerti bahwa Ardhana adalah pemuda yang baik hati, tidak banyak tingkahnya, dan tentunya dia sangat menjujung tinggi kekaguman pada seorang perempuan. itulah yang membuat dua tahun kebersamaannya dengan Ardhana semakin membuatnya merasa nyaman. Namun, perasaan tidak dapat dipaksa, setahun lalu ketika Kirana mengungkapkan kekaguman yang melebihi dari sekadar sahabat kepada Ardhana, dengan halus ditolaknya perasaan Kirana kepada dirinya. 

"Akan ada banyak cerita jika kita tetap seperti ini, Kiran" Ujar Ardhana yang langsung disambut dengan gelengan Kirana.

"Justru kamu salah, dengan hanya seperti ini cerita kita tidak akan berkembang banyak, bahkan bisa saja berhenti sampai di sini karena apa? karena pada akhirnya kamu dan aku masing-masing akan memiliki cerita berbeda dengan kehidupan kita!" Kirana dengan lembut meyakinkan pada Ardhana. Entah apa yang membuat Kirana berani menyatakan perasaannya kepada Ardhana, Kirana telah yakin bahwa laki-laki di depannya ini adalah yang terbaik.

"Memang cerita kita akan lebih panjang tapi aku tidak akan masuk pada cerita kehidupanmu karena pada akhirnya aku sebagai penonton yang hanya bisa melihat cerita kehidupanmu bersama yang lain, begitu juga kamu nantinya di cerita kehidupanku." Lanjutnya.

Ardhana menatap Kirana, "aku tahu jika nanti kita bersama cerita kita akan lebih indah karena masing-masing kita akan menjadi bagian penting dalam cerita kehidupan kita, tapi aku takut Kiran, aku takut jika nanti kamu bersamaku aku tidak bisa mewujudkan cerita indah itu, tidak bisa mewujudkan kebahagiaan apa yang kamu mimpikan. Maafkan aku!"

Kirana menyerah untuk meyakinkan perasaannya kepada Ardhana, karena Kirana yakin jika Ardhana sudah mengatakan maaf, itu berarti seorang Ardhana sudah tidak mampu lagi, sudah pada titik akhir.

"Jangan khawatir Kiran, sampai kapanpun aku akan menjadi sahabat terbaikmu!"

Ardhana tidak sadar bahwa perasaan itu bisa berubah secepat apa yang diingikan oleh yang Maha pembolak-balik hati. Apa yang dikatakan di pertemuan terakhir mereka itu tidak akan pernah terjadi karena lamanya kehadiran seseorang tidak menjamin sebuah perasaan yang sama dan abadi.

***
Kirana beranjak dari duduknya, lamunan akan masa-masa bersama Ardhana telah usai. Kirana berjalan memasuki rumahnya ketika gerimis mulai berjatuhan dari langit yang sedari tadi menahan dengan semakin gelapnya mendung sore ini.

"Kiran!" seseorang memanggilnya. Suara yang sangat dia kenal. Kirana menoleh, tampak seseorang berpayung merah datang menghampirinya. Kirana menyipitkan matanya mencoba mengenali seseorang dengan postur tubuh yang sangat dikenalnya. Ardhana.

"Apa kabar?" Ardhana mendekati Kirana berbagi payung dengannya karena hujan sudah benar-benar turun. 

Kirana tidak menjawab, dia menatap lekat wajah seseorang yang dulu sangat menenangkan baginya. Masih sama tidak berubah meskipun sejak kejadian itu selama enam bulan ini mereka tidak saling mengontak.

"Maafkan aku..." Ardhana kembali membuka suara setelah menyadari Kirana tidak membalas pertanyaannya. "Aku tidak tenang setelah kejadian itu, awalnya kukira rasa gundah hanya karena perasaan bersalah setelah menolak permintaanmu tapi beberapa bulan ini aku sadar bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu Kiran, aku...."

"Maaf Ardhan" Kirana memotong perkataan Ardhana.

"Apa aku terlambat?" Jantung Ardhana berdebar begitu cepat. "Kenapa secepat ini kamu bisa melupakan aku? melupakan kenangan kita bersama selama dua tahun hanya dalam waktu enam bulan?" Mendadak pegangan payung ditangan Ardhana melemah. Payung itu lepas dari genggamannya. "Kiran, maafkan aku, aku akan melakukan apa saja agar kamu bisa memaafkanku, aku mohon" Kirana tahu Ardhana mulai mintikkan air mata meskipun tersamarkan dengan derasnya air hujan yang menerpa mereka berdua.

"Sebentar atau lama itu hanya masalah waktu dan perasaan bisa berubah seiring berjalannya waktu. Bahkan aku yang memiliki hati ini pun tidak berhak karena masih ada Sang Pemilik Hati yang bisa membolak-balikkan hati kapanpun Dia menghendakinya." Kiran berkata lembut hampir saja tidak terdengar karena hujan di tanggal menjelang Desember ini turun semakin derasnya.

"Kiran..... kenapa kamu bisa melakukan ini?"

"Kamu hadir dengan waktu yang cukup lama dalam hidupku, memberikan warna dan cerita tersendiri buatku, tapi itu tidak menjamin kamu akan tetap abadi dalam hatiku. Kamu tetap sahabatku seperti apa yang kamu katakan padaku waktu itu." Kirana tak kuasa menahan air mata.

"Jika kamu bertanya kenapa aku bisa melakukan ini akupun tidak tahu apa jawabannya, mungkin karena itu tadi, masih ada Sang Pemilik hati ini. Semua bisa berubah. Maafkan aku Ardhan"

Kita bisa meyakini bahwa hati kita tidak akan berubah, namun tidak ada yang bisa menjamin itu. Setiap yang datang di kehidupan kita pasti memiliki cerita dan warna tersendiri, Bahkan terkadang tidak harus dalam waktu yang lama seseorang bisa lebih memberi warna di kehidupan kita. Mereka berdua terdiam, berdiri mematung entah apa yang berada di pikiran mereka masing-masing. Seseorang laki-laki keluar dari rumah Kirana membawa payung.

"Sayang, ayo masuk!" Laki-laki itu memayungi Kirana dan menggandeng tangannya. "Loh, ada tamu kok nggak disuruh masuk? mari Mas masuk dulu" Laki-laki itu dengan ramah meminta Ardhana masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih, tapi tidak perlu, saya tadi hanya tanya alamat sama Mbak ini. Saya permisi dulu"

****


Tidak ada komentar: