Pagi ini jam sudah menunjukkan
angka delapan, itu berarti seharusnya aku sudah berada di kelas untuk kuliah
jam pertama. Tapi kenyataannya, saat ini aku masih terpaku di depan cermin. Aku
memandang wajahku sendiri sambil terus menarik nafas panjang-panjang. Jantung ini
rasanya tak mau barang sedikit saja menurunkan kecepatannya.
“Kasih, aku mencintaimu, hmm..
sebenarnya sudah sejak pertama kali kita bertemu dulu….” Aku kembali
mengacak-acak rambutku.
“Aahh!! Kok jadi puitis begini
sih! Hmm, gimana ya caranya biar cara mengungkapkannya tidak terlalu mellow.” Kali ini aku mengusap wajahku. Akhirnya
aku putuskan biar saja nanti mengalir apa adanya yang penting hari ini aku
harus nembak Kasih. Apapun yang
terjadi, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mengungkapkannya.
Segera kuambil tas dan kunci
motorku. Kukenakan jaket dan helm, lalu kupacu motor kesayangan ini dengan
kecepatan sedang sembari komat-kamit
sendiri seolah-olah Kasih, gadis yang sangat aku cintai telah duduk manis
dibelakang sambil memeluk mesra pinggang ini. Ah seandainya.
***
“Ja, Jadi semalam Robby dan kamu
sudah…”
Kasih mengangguk ragu, sepertinya
dia tidak nyaman memberitahuku dengan cara seperti ini.
“Maaf Jarot, bukan aku tidak
menyukaimu hanya saja Robby..”
Seketika itu juga sebuah panah
tepat menusuk jantungku. Bahkan bongkahan es juga ikut luruh dan jatuh tepat di
kepalaku. Bayang-bayang Kasih yang duduk manis di boncengan motorku seraya memeluk erat pinggangku lantas sirna.
“Jarot, kamu tidak apa-apa? Ma,
maafkan aku ya? Sungguh sebenarnya aku tahu tentang perasaanmu padaku, tentang
semua perhatian yang kamu curahkan kepadaku selama ini. Hanya saja..” dia
menunduk.
“Hanya saja aku tidak menyangka kamu akan mengatakannya saat ini,
sudah lama aku menanti kata-kata ini darimu, Jarot. Karena sebelum Robby
menyatakan cintanya semalam, aku masih menyimpan rasa cinta itu untukmu.” Lanjutnya,
aku tidak begitu mendengarkan bukan karena aku marah padanya tapi entahlah
rasanya seluruh saraf dan inderaku tidak berfungsi dengan baik saat itu.
“Maafkan aku Kasih.” Hanya itu
yang dapat kuucapkan, aku berbalik dan berjalan gontai meninggalkannya. Air mata ini menetes tanpa kutahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar