Hari
Senin ini adalah hari pertama Jono masuk kembali ke sekolah setelah liburan
kenaikan kelas. Jono sengaja berangkat lebih pagi karena ada upacara bendera
yang wajib diikuti oleh semua siswa-siswi di SMP Perdamaian. Jono tidak mau
terlambat seperti Senin sebelum-sebelumnya dimana Jono masih menjadi anak yang
bandel dan suka membohongi kedua orang tuanya.
“Pak,
Bu, Jono berangkat dulu ya? Assalamualaikum.” Pamit Jono seraya mencium kedua
tangan orang tuanya.
“Waalaikumsalam.
Hati-hati di jalan ya Nak, jangan lupa selalu bersikap baik dan sopan kepada Bu
Guru dan teman-teman di sekolah.” Pesan Ibunya yang dijawab dengan anggukan
kepala Jono.
Jono
yang sekarang telah berbeda dengan Jono setahun sebelumnya. Dimana waktu masih
duduk di kelas tujuh atau setara kelas satu SMP Jono suka berbohong kepada
orang tuanya. Dia mengambil sebagian dari uang SPP dan buku yang diberikan
untuk jajan dan main playstation bersama teman-temannya.
***
Pagi itu di rumah Jono…
“Pak,
hari ini kata Bu Guru harus melunasi SPP sama uang buku.” Kata Jono, dia baru
saja menyelesaikan kegiatan Masa Orientasi Siswa bagi siswa baru di SMP
Perdamaian.
“Berapa
totalnya, Le?” Tanya Bapak Jono.
Bapak
Jono bekerja sebagai tukang tambal panci yang berkeliling dari kampung satu ke
kampung yang lain. Tidak banyak penghasilan yang diperolehnya setiap hari,
namun bapak selalu berusaha untuk menabung setiap hari guna keperluan sekolah
Jono, seperti SPP dan uang buku ini.
“Tiga
ratus ribu rupiah, Pak.” Jono menjawabnya enteng.
Bapak
yang semula sedang menambal panci ibu menoleh seketika ke arah Jono. “Loh, lah
kok mahal toh Le? Bukannya SPP kamu tiap bulan lima puluh ribu saja?”
sebenarnya Bapak tidak pernah berat hati mengeluarkan uang demi biaya sekolah
Jono, tapi kali ini biaya itu dirasa sangat besar dimana SPP Jono sebulan hanya
lima puluh ribu rupiah saja.
“Kan
tadi Jono sudah bilang Pak, itu uang SPP sama uang buku! Kata Bu Guru kalau
besok tidak dibayar Jono tidak boleh mengikuti pelajaran selama satu minggu,
Pak?!” Jelas Jono.
Bapak
lantas masuk ke dalam kamar dan membuka celengannya. Ada uang Rp 350.000,- di
dalam celengan bapak. Lalu diberikannya Rp 300.000,- kepada Jono, sementara Rp
50.000,- dimasukkan kembali ke dalam celengan bapak yaitu kaleng bekas biskuit.
“Ini
tiga ratus ribu, hati-hati membawanya jangan samapi hilang ya?” Bapak
memberikan uang itu kepada Jono.
“Baik
Pak, terima kasih.” Ucap Jono. Hati kecilnya bersorak gembira. Bagaimana tidak
sebenarnya uang buku hanya sebesar Rp 100.000,- saja jadi total yang seharusnya
dibayar Rp 150.000,- tapi Jono malah minta uang dua kali lipat kepada bapak.
Pagi
ini Jono bangun kesiangan, alhasil dia telat dan tidak mengikuti upacara
bendera di sekolah. Dia mendapat hukuman dari gurunya, yaitu lari lima putaran
mengelilingi lapangan sekolah. Hari Senin berikutnya, Jono malah sengaja datang
telat dan kembali tidak mengikuti upacara bendera.
Sepulang
sekolah Jono mampir ke rental playstation bersama kedua temannya, Radit dan
Gilang. Mereka bertiga main playstation hingga menjelang adzan maghrib. Biaya
sewa semua ditanggung oleh Jono dari sisa uang yang diberikan bapaknya.
Begitulah
kegiatan Jono sepulang sekolah setiap harinya. Hal ini lama-lama membuat orang
tuanya bingung karena Jono selalu pulang terlambat.
“Kamu
dari mana saja Nak? Kok jam segini baru pulang, bukannya sekola bubarnya sudah
sejak jam satu siang tadi?” Tanya Ibunya.
“Iya
Bu, tapi Jono dihukum karena uang buku ternyata kurang!” Sahutnya.
“Kamu bilang kemarin uang SPP dan buku hanya
tiga ratus ribu?”
“Iya,
tapi ternyata bukunya ditambah makanya uangnya kurang dua ratus ribu! Kalau
lusa tidak dibayar, Jono tidak boleh mengikuti pelajaran selama satu bulan
Pak!”
Bapak
dan Ibu hanya mengelus dada. Kedua orang tua Jono hanyalah orang biasa yang
tidak mengetahui apa benar atau tidak yang dikatakan oleh Jono, bagi mereka
uang bisa dicari asal Jono bisa melanjutkan sekolah.
Karena
uang tabungan yang tersisa tidak mencukupi, akhirnya bapak seharian harus
berkeliling mencari pelanggan agar mendapatkan tambahan penghasilan. Hingga
larut bapak belum juga pulang. Ibu dan Jono khawatir hingga pukul dua dinihari
bapak belum juga tiba di rumah.
“Assalamualaikum,
Bu Marni!! Bu!!” Ada seseorang yang mengetok pintu dengan tergesa-gesa.
Ibu
yang masih terjaga menunggu bapak pulang membukakan pintu, yang ternyata Ahmad,
tetangga mereka.
“Ada
apa, Mad?”
“Anu
Bu, Pak Guntur kecelakaan di jembatan sana. Katanya tadi ditabrak mobil, tapi
mobilnya melarikan diri.” Suara Ahmad bergetar menyampaikan berita buruk itu.
“Astaghfirullah,
sekarang dimana Pak Guntur Mad?”
Ahmad
mengantarkan Jono dan ibunya ke rumah sakit tempat bapak dirawat. Bapak terluka
ringan di kepala, namun kakinya patah sehingga kaki bapak harus di gips.
“Masya
Allah Pak, kenapa Bapak jadi begini?” Ibu sudah meraung menangis dalam pelukan
Bapak. Sementara Jono yang semula takut belum berani mendekat.
“Bapak
tidak apa-apa, Bu. Mana Jono?” Bapak celingukan mencari Jono yang dari tadi
masih berdiri di pojok ruangan. Dia menangis.
“Sini
Le, ini Bapak sudah dapat uang dua ratus ribu. Besok segera kamu bayarkan ya?
Biar kamu diijinkan mengikuti pelajaran lagi.” Bapak mengulurkan lembaran uang
yang sudah lusuh kepada Jono.
Jono
semakin terisak. Tidak menyangka akibat perbuatannya bapak harus mengalami
semua ini. Dia tidak mau kehilangan bapak. Jono mendekat dan memeluk bapaknya.
“Maafkan
Jono Pak, sebenarnya Jono berbohong kepada Bapak dan Ibu. Tidak ada kekurangan
dalam pembayaran di sekolah Pak. Jono.. Jono menggunakan uang itu untuk main
dan bersenang-senang dengan teman-teman. Maafkan Jono Pak?!” bapak sempat kaget
dengan pengakuan Jono, namun bapak tahu Jono telah jujur dan mengakui
kesalahannya.
“Jangan
diulangi lagi ya Nak, lihat bapakmu. Bapak sudah bekerja keras memenuhi
kebutuhan sekolahmu. Kamu janji pada Ibu tidak akan berbohong lagi.” Ibu
memeluk anak semata wayangnya itu.
Air
mata Jono mengalir semakin deras. “Iya, Bu. Jono janji tidak akan pernah lagi
mengulangi perbuatan tercela itu lagi. Dan jono janji tangan Jono tidak akan
panjang lagi dengan mencuri uang SPP dan buku.” Jono memeluk Ibu dan Bapaknya.
***
Jono menepati janjinya dengan
menjadi anak yang baik. Kenaikan kelas dua Jono meraih peringkat tiga. Dia
telah mendapatkan pelajaran yang berharga setelah kecelakaan yang menimpa
bapaknya. Dan kini Jono menjadi anak yang penurut dan sering membantu pekerjaan
bapak di rumah. Jono juga suka mengajak teman-temannya untuk selalu jujur dan
berbuat baik kepada siapa saja, terutama kepada orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar