dok. pribadi |
Aku
pernah membaca di sebuah novel yang sangat aku sukai, di sana ada kutipan yang
kurang lebih isinya begini “aku sangat menyukai pagi karena akan ada harapan
dan kesempatan baru pada setiap pagi yang datang”. Menurutku memang benar,
karena pagi merupakan awal untuk membangun impian dan harapan baru.
“Morning, Sugar!” sapamu sambil tersenyum. Ah, sungguh ini adalah pagi yang
indah kesekian yang kulalui bersama sapamu. Sugar,
adalah panggilan sayangmu padaku-katamu waktu itu, walau kedengarannya aneh,
membayangkan kamu memanggilku gula.
Mimpi untuk bisa sarapan berdua
dengan orang terkasih, memasak makanan kesukaan, membuatkan kopi, kini semua
mimpi itu sempurna sudah aku capai.
“Apa mimpimu semalam?” tanyaku
sambil mengambil dua buah cangkir satu untuk kopi-dia memang penyuka kopi, dan
secangkir teh untukku. Menyiapkan seduhan kopi termanis untuknya. Semanis
senyumku pagi ini.
Kamu menggeleng. “Nggak tahu, lupa!”
“Hmm….” Sahutku, lalu beranjak dari
dapur dengan dua cangkir, satu untukmu kopi susu dengan dua sendok gula, sesuai
takaran favoritmu.
“Hari ini aku ada perjalanan bisnis
ke Jakarta. Kemungkinan besok malam baru pulang.” Pamitmu sambil menyeruput
kopi.
Aku mengambilkan nasi, menuanginya
dengan sayur sop, kutambakan dua biji perkedel, dan satu sendok sambal kecap
pedas. Sarapan kesukaanmu.
“Memangnya harus kamu ya yang
pergi?” tanyaku.
Kamu mengangguk.
Entah kamu menyadarinya atau tidak,
raut mukaku sudah berubah kecut. Dasar
laki-laki selalu saja dengan mudahnya melupakan suatu hal yang penting.
“Kamu
kenapa?” Oh, rupanya kamu menyadarinya.
Aku yang sedari tadi hanya menunduk,
kini kuangkat kepalaku menatapnya. Menatap laki-laki yang sudah dua tahun ini
menjadi pasangan hidup. Menjadi pelengkap diantara kekuranganku, kamu memang
tidak romantis tapi kamu selalu mengerti apa yang aku mau meskipun aku tidak
mengungkapkannya. Dan harusnya kamu paham tentang perubahan moodku pagi ini.
“Sugar,
jangan begitu dong ah!” kamu mengusap lembut puncak kepalaku. Lalu mengecup ringan
dahiku. Sungguh, inilah yang selalu membuatku meleleh jika sedang marah
kepadamu. You are not a romantic person,
but you are unpredictable.
Aku masih saja cemberut. Mencubit
pinggangmu. Kamu tertawa, menghindarinya. Aku sedikitpun tak mengendurkan cubitan
di pinggangmu. Kita berdua tertawa.
“Sudah, cukup! Hahaha…” kamu
menggenggam kedua tanganku memintaku untuk menghentikan cubitan padamu.
“Wah, sudah siang aku harus
berangkat ini! Bye Sugar, I love you,
always as sweet as sugar.” Kamu memegang kedua pipiku lembut,
mendekatkannya pada wajahmu dan seketika kecupan itu tiba-tiba mendarat manis
di dahiku.
Lalu kamu beranjak.
“Dasar tukang pemberi kejutan!” aku
tersenyum. Rasa dongkol karena dia lupa bahwa besok adalah hari pernikahan kita
yang ke dua mendadak sirna.
***
Aku bukan baru mengenalmu beberapa
bulan, tapi semenjak kita masih ingusan. Ya, kamu adalah teman masa kecilku
menghabiskan waktu sepanjang hari mengejar kupu-kupu, bermain lompat tali,
gobak sodor, bola bekel, hingga boneka barbie.
Kita masih sama-sama berumur lima tahun. Dan itu dua puluh tiga yang lalu
tepatnya.
Kamu adalah anak tetanggaku yang
kata Bunda sangat menjengkelkan, karena orang tuamu selalu pamer kehebatanmu
dalam olahraga, kepintaranmu di sekolah, hingga kemerduan suaramu yang sudah
belajar membaca Al-Quran.
“Dikira cuma anaknya saja yang
sehebat itu? padahal kamu juga pintar loh Nduk!”
begitu kata Bunda.
Tapi entah mengapa meskipun kedua
orang tua kita sering cek-cok bahkan untuk hal masakan siapa yang paling enak, kita
masih terus bermain sepanjang waktu bersama yang lain, tidak memerdulikan
konflik dua kubu.
Tujuh tahun kita bersama, sampai
juga pada perpisahan karena kamu harus pindah mengikuti Papamu yang pindah
tugas ke Bali. Aku, yang pada hari kepindahanmu tidak bisa mengucapkan secara
langsung salam perpisahan karena sedang dirawat di rumah sakit akibat demam
berdarah. Jujur, aku sangat sedih hingga aku tidak merasakan lagi pahitnya
obat, karena semua terasa hambar tanpa canda tawamu yang biasanya selau menjahiliku.
Esoknya aku mendapat sepucuk surat
darimu, aku membacanya setiap hari sebelum tidur berharap kamu sudah duduk
manis di teras rumahku menjemputku untuk naik sepeda keliling komplek.
Halo Sugar,
Ups, maaf aku memanggilmu Sugar.
Nggak apa-apa kan? Maaf deh kalau kamu nggak suka, tapi sampai kapanpun aku
akan memanggilmu Sugar. Hehe (seneng banget godain kamu lewat surat karena kamu
nggak bakal bisa cubit pinggang aku :D)
Oh iya, kamu tahu nggak
kenapa aku panggil kamu Sugar? Bukan hanya karena kamu manis kayak gula, tapi
karena kamu memang benar-benar penyuka gula, masih ingat nggak pertama kali
kita ketemu di pasar, kita sama-sama digandeng oleh ibu masing-masing. Aku
melihatmu yang waktu itu sedang menikmati gula di genggaman tanganmu. Sejak
saat itu aku sudah berniat memanggilmu sugar, tapi aku takut kalau kamu nggak
suka, hehe sekai lagi maaf ya? (tapi beneran deh aku suka banget memanggilmu
dengan sebutan Sugar :p)
Gimana kabarmu? Kita belum
sempat bertemu waktu aku pindah. Aku tahu kamu sedang sakit, sungguh aku ingin
sekali berpamitan langsung kepada Oom dan Tante, kamu juga tentunya tapi waktu
itu semuanya serba mendadak. Makanya hanya ada surat ini untuk kamu, sebagai
ucapan selamat tinggal (yang sebenarnya aku tidak ingin pindah, karena aku sudah
kerasan tinggal di samping rumahmu, memiliki teman-teman yang baik dan lucu)
Sugar, aku sekarang tinggal
di desa pecatu. Memang tidak ada teman-teman selucu kalian di sini (walau aku
sudah punya beberapa teman tapi kalian tetap yang nomor satu. Suer ^^, V) desa
ini indah sekali, aku suka menghabiskan pagi dengan bersepeda menghirup udara
sejuk. Tiap sore ke pantai melihat matahari terbenam, lalu melihat tari kecak
dengan panorama jingga yang…. Ah Sugar ku janji entah kapan itu aku akan
mengajakmu kesini menyaksikannya sendiri karena keindahan jingga yang
melatarbelakangi tarian ini sungguh KEREN. (Maaf bukan maksud hati untuk pamer,
au Cuma ingin berbagi cerita denganmu)
Ingat Sugar, pegang janjiku.
Ketika suatu saat nanti kita bertemu lagi sepuluh atau bakan dua puluh tahun
lagi aku akan tetap mengajakmu melihat tari kecak di sini. JANJI.
Sugar, sebenarnya aku ingin
cerita panjaaaang sekali, ah bukan, aku malah ingin bertemu denganmu dan
menceritakannya sendiri kepadamu sambil menikmati pisang goreng Bunda di teras
rumahmu. Sayangnya hanya lewat secarik kertas ini yang bisa kuberikan padamu.
Minggu depan kita kan ujian nasional masuk SMP, kamu harus belajar yang rajin
ya, biar kita sama-sama bisa masuk SMP yang diinginkan.
Baiklah Sugar, sampai disini
suratku. Kamu balas ya di alamat ini, aku tunggu loh!
Dadaaah Sugar!
Aku kangen!
Salam manis,
Ardhana
Surat
darimu masih kusimpan rapi. Aku tidak pernah membalasnya. Bukan karena aku tidak
mau membalasnya, tapi karena waktu itu kita masih dua belas tahun, aku bahkan
tidak bisa merangkai kata-kata untuk membalasnya meskipun Bunda selalu
menawarkan jasa untuk menuliskan apa yang ingin aku katakan. Tapi masa iya aku
minta bunda merangkaikan kata-kata bahwa aku sangat kangen padamu? Haha, nggak
mungkin! Sebenarnya ketika sudah lulus SMP aku bertekad membalas suratmu, tapi
aku urungkan niatku karena aku pikir kamu pasti juga sudah lupa tentangku.
Begitu juga denganku yang kini telah memiliki banyak teman dan kegiatan yang
mengasyikkan di sekolah hingga aku benar-benar lupa telah memiliki teman kecil
sepertimu.
Tuhan
memang maha pengatur terbaik, tepat pada waktu-Nya. Tiga belas tahun kemudian kita
bertemu di Yogjakarta ketika aku sedang berlibur dengan teman-teman kantor, dan
kamu dengan ehm….. kekasihmu. Selain itu Tuhan memang maha pembuat kejutan,
karena kekasihmu adalah teman kuliahku, ya aku mengenalnya meskipun bukan teman
dekat. Anehnya aku tidak merasa cemburu atau apalah karena memang waktu adalah
penyembuh kesedihan yang paling mujarab. Tiga belas tahun aku menjalani hidup
tanpa mengingatmu hingga detik ini kita bertemu, di titik nol.
Mungkin
kamu tidak akan ngeh bawa orang yang
sedang duduk di depanmu sewaktu menikmati wedhang ronde ini adalah aku, sebelum aku meminta segenggam gula untuk
kunikmati setelah kehangatan wedhang ronde mengalir ke suluruh tubuh. Begitupun
denganku, aku tidak akan pernah tahu itu kamu sebelum kamu menyapaku pelan.
“Sugar?”
Tidak
ada yang mengerti ketika kamu mengucapkan kata itu baik kekasihmu maupun
teman-temanku yang duduk disebelahku. Pasti dikira kamu sedang sok-sok an
berbahasa inggris melihatku yang sedang asyik menikmati manisnya gula dalam
genggaman. Hanya aku yang menoleh pada sumber suara itu.
***
Aku mengenalmu, bukan sebagai orang
yang romantis tapi kamu orang yang tidak bisa ditebak, suka membuat kejutan.
Salah satu kejutan terbesar adalah kamu bersama keluargamu datang ke rumah
untuk melamarku. Dua tahun lalu.
Tidak ada yang bisa menyangka bahwa Tuhan
adalah Maha pembuat kejutan. Kekasihmu, meninggal dalam sebuah kecelakaan. Aku
datang melayat ke rumahnya dan bertemu denganmu kembali. Sejak saat itu kita
kembali aktif berkomunikasi hingga akhirnya hari dimana kamu datang dengan
keluargamu melamarku.
Jujur, aku tidak yakin dengan
perasaanku pada waktu itu, di awal kamu menyatakan cinta aku hanya mengangguk
menerima lamaranmu tanpa tahu pasti bagaimana perasaanku. Tapi
kamu selalu meyakinkanku bahwa cinta itu sederhana, manusianya saja yang
membuatnya terlalu rumit. Hingga dua tahun kebersamaan kita kamu selalu membuatku
bahagia, membuatku menjadi wanita paling beruntung memiliki kamu karena kamu
memberikan cintamu dengan sederhana, membahagiakanku dengan sederhana. Kamu
juga telah memenuhi janjimu dengan mengajakku melihat tari kecak di Bali waktu
kita bulan madu. Dan kini bagiku bahagia itu sederhana, bisa menemanimu di
sepanjang sisa usiaku.
Kamu, bukan seseorang
yang romantis tapi kamu adalah orang yang suka memberi kejutan. Ya, pagi ini di
hari tepat ulang tahun pernikahan kita aku menerima sebuah kiriman bunga yang
indah plus surat yang aku yakin itu tulisan tanganmu.
Happy 2nd Anniversary buat kita Sugar,
aku tidak akan pernah melupakan hari teristimewa kita. I love you, Sugar :*
P.S : tunggu kejutan lain ketika aku
pulang nanti ya J
Aku menggelengkan kepala “tidak! Aku
tidak ingin kejutan lain darimu, aku hanya ingin kamu saat ini…!”
Kartu
ucapan indah darimu basah oleh butiran air mataku yang jatuh karena sebuah
berita jatuhnya pesawat penerbangan dari Surabaya ke Jakarta bertepatan dengan
datangnya bunga ini tadi adalah kejutan darimu yang sama sekali tidak membuatku
bahagia.
Hingga pagi datang kembali, kamu tak
kunjung datang kembali….
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar